STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali mengalami kenaikan. Pada penutupan perdagangan Rabu (7/8/2024), IHSG ditutup menguat 82,916 poin atau naik 1,16% menjadi 7.212,131 dari penutupan Selasa (06/8/2024) yang berada di 7.129,215. Banyak investor bertanya-tanya, apakah penguatan ini akan bertahan lama atau hanya sesaat?
Roger MM, Head of Investment Solution PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, memberikan pandangannya. Menurut Roger, kekhawatiran investor kemarin terlalu berlebihan. “Prediksi resesi kemungkinan tidak akan terjadi. Kita tidak memprediksi adanya resesi global, khususnya di AS,” ujar Roger dalam acara Media Day di Jakarta, Kamis (8/8/2024).
Roger menjelaskan bahwa ada peluang penurunan suku bunga pada bulan September 2024. “Ini tentu saja positif bagi pasar,” tambahnya. Meskipun kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan (BOJ) dan lonjakan data pengangguran di AS sempat mengejutkan pasar, Roger melihat ini sebagai dorongan bagi Federal Reserve (The Fed) untuk lebih agresif menurunkan suku bunga.
Ketika ditanya apakah saham masih menarik, Roger menjawab dengan tegas, “Masih menarik dong.” Dengan laporan keuangan terbaru yang dirilis, investor kini bisa memilih emiten dengan kinerja terbaik. “Sentimen penurunan suku bunga dan tambahan hari kerja di semester kedua tahun ini berpotensi meningkatkan produktivitas, terutama di sektor manufaktur,” jelasnya.
Roger juga menilai banyak agenda yang bisa dimanfaatkan oleh investor di semester kedua. “Salah satu strategi yang tepat saat ini adalah ‘hit and run’,” ujarnya. Ia memberi contoh saham Astra International (ASII) yang mengalami penurunan. “Beberapa investor berani masuk pasar jika harga turun 1%. Mereka kemudian menjual saat harga naik dan mendapatkan cuan 1-2%,” katanya.
Saham-saham unggulan yang mengalami penurunan harga juga dianggap sebagai peluang. “Saham Telkom yang dulu di atas Rp4.000 sekarang sudah di bawah Rp3.000. Ini membuat investor lebih berani untuk trading dan investasi jangka panjang,” jelas Roger.
Kedepannya, Roger melihat adanya peluang untuk penurunan suku bunga yang lebih agresif. “Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga, sehingga sentimen pasar menjadi positif. Namun, transaksi harus dipicu. Indeks saat ini bosan dengan level 7.200-7.300, sehingga transaksi menjadi kurang menarik,” katanya. Roger menambahkan bahwa volatilitas pasar diperlukan untuk menarik minat investor. “Market butuh volatilitas yang lebih pasti. Jika pasar sideways, transaksi menjadi membosankan. Namun, ketika pasar turun 4%, transaksi langsung meningkat,” jelasnya.
Untuk meningkatkan transaksi, Roger menyarankan BEI untuk membuat terobosan. Market, lanjut dia, membutuhkan volatilitas agar investor tertarik untuk trading. Tidak semua investor melakukan investasi jangka panjang, banyak juga yang lebih memilih trading. Investor tahu bahwa saat ini banyak saham yang sedang murah.
“BEI perlu membuat terobosan agar transaksi bisa meningkat,” paparnya. Ambil contoh, dengan mengubah jadwal call option yang biasanya hanya dari jam 10-11 menjadi lebih sering, misalnya lima kali sehari. “Terobosan seperti ini bisa membuat transaksi kembali naik dan lebih menarik,” tandasnya.
Soal sektor yang berpotensi naik pada semester kedua tahun ini, Roger merekomendasikan sektor perbankan, ritel, dan consumer. “Sektor perbankan menjadi pilihan karena sangat sensitif terhadap penurunan suku bunga. Selain itu, sektor konsumer juga menjanjikan karena harga komoditas yang turun,” ujarnya.
Menurut Roger, bank biasanya paling cepat merespons perubahan suku bunga, sehingga sektor ini dianggap menjanjikan. Roger juga menyarankan saham Mitra Adaiperkasa (MAPI), dan Map Aktif Adiperkasa (MAPA). Kedua saham tersebut menjadi pilihan karena pertumbuhan penjualan mereka yang positif. Selain itu, penjualan ritel Indonesia juga masih menunjukkan tren positif.
Sektor konsumer juga menjanjikan karena harga-harga komoditas seperti jagung dan gandum sedang turun. Penurunan harga ini dapat meningkatkan kinerja perusahaan di semester kedua karena mereka mendapatkan bahan baku dengan harga lebih murah. Contohnya, Indofood (INDF) dan Unilever (UNVR) yang pada semester pertama 2024 menghadapi tekanan karena bahan baku yang masih mahal. “Namun di semester kedua ini kami melihat tren penurunan harga bahan baku,” imbuhnya. Penurunan harga beberapa komoditas menjadi poin positif bagi sektor konsumer, seperti industri makanan dan peternakan.