Selasa, September 17, 2024
30.7 C
Jakarta

Tertekan Perang Russia-Ukraina Hingga Naiknya Bunga The Fed, Bank Mandiri Optimistis Ekonomi RI Tumbuh 5,2% – 5,3% pada Kuartal II 2022

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) optimistis perekonomian Indonesia tetap akan tumbuh antara 5,2% – 5,3% pada kuartal kedua tahun ini, kendati menghadapi berbagai tekanan dari sektor eksternal.  Hal itu ditegaskan oleh Andry Asmoro, Chief Economist Bank Mandiri, dalam acara media gathering yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu (22/6).

Menurut Andry, perekonomian Indonesia hingga akhir kuartal II ini menunjukkan indikator yang positif. Padahal, lanjut dia, ekonomi RI menghadapi tekanan eksternal yang semakin besar. Mulai dari Perang Russia-Ukraina, angka inflasi global yang meningkat hingga kenaikan suku bunga acuan The Fed yang cukup agresif.

“Volatilitas memang meningkat pasca keluarnya angka inflasi Amerika Serikat sebesar 8,6% yang lebih tinggi dari ekspektasi pasar dan merupakan inflasi AS tertinggi dalam 40 tahun terakhir,” jelas Andry.

Kenaikan inflasi negara Paman Sam tersebut, demikian Andry, tentu saja semakin memicu ekspektasi pasar akan kebijakan The Fed yang bakal lebih ‘hawkish’. Bank Sentral AS diperkirakan akan  tetap agresif menaikan suku bunga acuannya ke depan.

Andry mengatakan, ada berbagai faktor yang menjadi penopang ketahanan ekonomi Tanah Air, meski digempur sederet tekanan eksternal. Itu sebabnya, perekonomian Indonesia masih menunjukkan pemulihan ekonomi yang berlanjut. Adapun faktor-faktor yang mampu menyanggah kekuatan ekonomi Indonesia antara  lain  adalah sektor konsumsi. Sepanjang kuartal II 2022, belanja masyarakat tercatat sudah mencapai level tertinggi selama pandemi.

“Hal ini ditunjukkan oleh Mandiri Spending Index(MSI) dimana indeks frekuensi belanja berada di level 185,5, sementara indeks nilai belanja naik ke level 159,9, indeks tertinggi sepanjang pandemic,” papar Andry. Fakta ini, terang dia,  mengindikasikanpemulihan ekonomi yang signifikan jika dibandingkan dengan periode dua tahun sebelumnya. Ini berjalan beriringan dengan pelonggaran mobilitas masyarakat.

Selain itu, imbuh Andry, tingkat belanja di semua wilayah kembali meningkat sejak awal Maret 2022. Perbaikan tingkat belanja tidak hanya terjadi di wilayah-wilayah yang terimbas kenaikan harga komoditas, namun juga di wilayah yang mengandalkan pariwisata. Sebagai contoh, tren meningkatnya mobilitas masyarakat membuahkan perbaikan tingkat belanja di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang merupakan salah satu daerah wisata utama.

“Berdasarkan data MSI, tingkat belanja di Bali dan Nusa Tenggara berangsur membaik sejak pertengahan tahun lalu tercatat mencapai level 80,6 di periode Ramadan 2022, yang merupakan level tertinggi selama pandemic,” ungkapnya.

Dari sisi Produksi, Andry  menambahkan, pemulihan ekonomi sektoral menunjukan arah yang semakin solid. itu ditunjukan oleh semakin banyak sektor dengan level PDB sektoralnya yang sudah melebihi level sebelum pandemi Covid-19. “Pertumbuhan ekonomi sektoral pun semakin kuat, impor bahan baku dan barang modal meningkat, mengindikasikan pergerakan ekonomi yang terus membaik,” kata Andry. Ekspor pun, bilang dia, tumbuh memanfaatkan peluang pasar yang membaik di negara-negara tujuan ekspor seiring dengan pemulihan ekonomi global.

Dari beberapa faktor di atas, Andry meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun ini akan lebih baik dibandingkan dengan kuartal I.

“Penghitungan berdasarkan Nowcasting kami sementara ini pertumbuhan kuartal II akan berkisar 5,2% – 5,3% seiring dengan dukungan perbaikan belanja masyarakat, pertumbuhan ekspor dan dukungan meningkatnya transaksi di tengah bulan Ramadhan yang lalu,” ujar Andry.

Namun demikian, Andry mengingatkan, pemulihan ekonomi ke depan dihadapkan pada beberapa tantangan yang perlu diwaspadai dan diantisipasi.

Pertama, kenaikan harga-harga energi yaitu minyak, gas dan batubara dan juga pangan. Hal ini akan meningkatkan biaya produksi dan konsumsi. Kedua, produsen akan meningkatkan harga jual di tingkat konsumen (pass-through). Ketiga, risiko Rupiah terdepresiasi yang dapat meningkatkan biaya-biaya dari bahan baku impor.

Artikel Terkait

Tiga Inovasi Digital Akselerasi Pengembangan Ekonomi Syariah di Wilayah Jawa

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - Bank Indonesia (BI) bersama mitra strategis...

Survei Konsumen Agustus 2024, Keyakinan Konsumen Meningkat

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bank Indonesia (BI) mencatat, survei konsumen...

Cadangan Devisa Agustus 2024 Naik 3,30%

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bank Indonesia (BI) mengumumkan, posisi cadangan...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Anda tidak dapat copy content di situs ini