STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bursa Efek Indonesia (BEI) kini tengah mengembangkan konsep Liquidity Provider (LP) Saham. Tujuannya tak lain adalah untuk meningkatkan likuiditas saham-saham yang cenderung kurang likuid atau medium likuid di pasar. Dengan adanya LP, diharapkan akan terjadi pengurangan selisih antara harga beli dan harga jual (bid-ask spread). Ini akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas transaksi investor di Bursa.
Namun, penerapan Liquidity Provider tentunya bukan saja membawa peluang melainkan juga mengandung risiko. Nah, untuk mengurangi potensi risiko yang timbul akibat kehadiran liquidity provider ini, BEI telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi.
Menurut Irvan Susandy, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, izin menjadi LP Saham akan diberikan kepada Anggota Bursa (AB) yang memenuhi persyaratan ketat dan telah disetujui oleh Bursa untuk memberikan kuotasi harga. Adapun persyaratan yang wajib dipenuhi AB antara lain adalah memiliki sistem yang memadai, prosedur operasional standar (SOP), serta manajemen risiko yang baik. “Bursa juga akan menetapkan kriteria minimum volume transaksi, spread maksimum, dan durasi waktu kuotasi yang harus dipatuhi oleh Anggota Bursa yang ingin menjadi Liquidity Provider,” ujar Irvan, di Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Irvan mengatakan, BEI akan mengeluarkan daftar saham-saham yang dapat dikuotasikan oleh Liquidity Provider, dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Itu seperti volume perdagangan, frekuensi transaksi, kapitalisasi pasar, selisih harga beli-jual, jumlah saham yang tersedia untuk publik, dan fundamental perusahaan.
Praktik Liquidity Provider ini, demikian Irvan, sebenarnya telah diterapkan pada produk Waran Terstruktur. Dalam hal ini, Anggota Bursa yang berperan sebagai penerbit Waran Terstruktur juga berfungsi sebagai Liquidity Provider dengan memberikan kuotasi atas seri produk yang dikeluarkan. Infrastruktur yang sama akan diterapkan pada LP Saham, dengan Bursa melakukan monitoring terhadap volume, nilai transaksi, dan selisih harga yang ditawarkan oleh Liquidity Provider. “Anggota Bursa yang tertarik untuk menjadi Liquidity Provider akan diminta untuk mengembangkan sistem agar kuotasi yang mereka berikan memenuhi standar yang ditetapkan oleh Bursa,” imbuh Irvan.
Terkait dengan risiko moral hazard yang mungkin timbul, BEI kata Irvan, telah merancang langkah-langkah pencegahan dan audit pasca-transaksi. Secara preventif, BEI akan melakukan seleksi ketat terhadap Anggota Bursa yang dapat menjadi Liquidity Provider, dengan mempertimbangkan manajemen risiko, modal yang dimiliki, tata kelola perusahaan, dan sistem yang digunakan. Bursa juga akan menentukan saham-saham yang dapat dikuotasikan oleh Liquidity Provider, serta melakukan pemantauan terhadap kuotasi yang diberikan sesuai dengan kewajiban yang ditetapkan oleh Bursa.
Secara pasca-transaksi, Bursa akan terus melakukan pengawasan terhadap aktivitas kuotasi yang dilakukan oleh Liquidity Provider, termasuk memantau potensi risiko seperti manipulasi harga atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan risiko moral (moral hazard). Langkah-langkah ini diharapkan dapat meminimalkan risiko dan memastikan bahwa kehadiran Liquidity Provider Saham memberikan manfaat yang optimal bagi pasar modal Indonesia.