STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) atau Telkom akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Selasa, 30 Mei 2023. Ada sembilan agenda yang akan dibahas dan dimintakan persetujuan dari para pemegang saham yang hadir atau perwakilannya.
Namun, dari kesembilan agenda tersebut, agenda nomor lima dan enam boleh dibilang sangat penting bagi perusahaan pelat merah tersebut. Betapa tidak, ini menyangkut rencana besar Telkom yang akan terjun ke bisnis Fixed Mobile Convergence (FMC). Untuk diketahui, inisiatif FMC adalah integrasi antara layanan fixed broadband (voice dan internet kabel rumahan), dengan layanan mobile (selular) dalam satu pengelolaan bisnis yang terintegrasi.
Untuk merealisasikan inisiatif FMC ini, Telkom telah mengintegrasikan layanan fixed broadband yang selama ini digarap oleh IndiHome dengan layanan mobile (selular) milik Telkomsel. Telkom mengawali integrasi ini dengan lebih dulu melakukan pemisahan (spin-off) terhadap IndiHome ke dalam Telkomsel. Sebagaimana diketahui, IndiHome merupakan pemain fixed broadband terbesar di Indonesia dimana 100% sahamnya dimiliki oleh Telkom. Sedangkan Telkomsel adalah penguasa pangsa pasar selular di Tanah Air yang mana Telkom menguasai 65% sahamnya.
Terkait spin off IndiHome ini, Telkom dan Telkomsel sudah menandatangani Perjanjian Pemisahan Bersyarat (Conditional Spin-off Agreement/CSA). Transaksi ini juga mendapat dukungan dari Singtel sebagai pemegang 35% saham Telkomsel.
Menindaklanjuti aksi korporasi ini, Telkomsel telah mengeluarkan sejumlah saham baru bagi Telkom dan Singtel. Nilai IndiHome tercatat mencapai Rp58,3 triliun atau setara dengan US$5,1 miliar. Singtel sepakat menggunakan haknya untuk mengambil sebesar 0,5% saham baru yang diterbitkan Telkomsel senilai Rp2,7 triliun dalam bentuk tunai atau setara dengan US$236 juta.
Dengan demikian, pasca transaksi ini, kepemilikan saham Telkom di Telkomsel meningkat dari 65% menjadi 69,9%. Adapun kepemilikan efektif Singtel di Telkomsel turun dari 35% menjadi 30,1% atau terdilusi sebanyak 4,90%
Meski telah mendapat persetujuan dari pemegang saham mayoritas, tapi, kata Ahmad Reza, SVP Corporate Communication & Investor Relation Telkom, realisasi FMC juga memerlukan persetujuan dari pemegang saham independen Telkom. Oleh karena itu, ia berharap para pemegang saham independen Telkom dapat hadir di RUPST Perseroan dan memberikan persetujuan terhadap rencana Perseroan menerapkan bisnis FMC.
“Syaratnya adalah setengah dari pemegang saham independen atau tidak terafiliasi harus hadir dulu dalam RUPST Telkom. Lalu, setengah dari yang hadir itu harus setuju . Kalau itu nggak setuju, nggak akan jalan FMC-nya,” tegas Reza.
Mengutip agenda 5 RUPST Telkom yang telah dipublikasikan terungkap bahwa Perseroan meminta persetujuan dari para pemegang saham atas rencana melakukan pemisahan usaha. “Perseroan bermaksud untuk melakukan pemisahan atas segmen usaha IndiHome yang merupakan pemisahan tidak murni (spin-off) (“Pemisahan”) kepada PT Telekomunikasi Selular dan transaksi terkait dengan Pemisahan (“Telkomsel”) (“Rencana Transaksi”), di mana Telkomsel merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh Perseroan melalui kepemilikan saham Perseroan dalam Telkomsel sebesar 65% (enam puluh lima persen),” tulis manajemen Telkom.
“Nilai dari rencana transaksi lebih dari 50% ekuitas Perseroan dan rencana transaksi akan dilakukan dengan Telkomsel yang merupakan afiliasi dari Perseroan. Rencana Transaksi memenuhi unsur sebagai Transaksi Material yang mengandung Transaksi Afiliasi, sehingga berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf d juncto Pasal 14 POJK 17/2020, Perseroan perlu mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pemegang saham independent,” tambah manajemen Telkom.
Sementara itu, pada agenda 6, Telkom memohon persetujuan atas rencana Perseroan untuk melakukan pemisahan usaha karena terkait dengan pemenuhan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang.
“Karena rencana transaksi ini berupa spin-off atau pemisahan usaha tidak murni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (1) huruf b dan ayat (3) UUPT, maka sesuai dengan UUPT, Perseroan harus memperoleh persetujuan pemegang saham terlebih dahulu sehingga kami memasukkannya sebagai agenda ke-6 dari rapat,” papar manajemen Telkom.
Reza mengungkapkan, saat ini, dari 25 perusahaan telekomunikasi terbesar di dunia, sebanyak 23 diantaranya telah mengimplementasikan program FMC. Artinya, Telkom adalah salah satu dari dua perusahaan yang belum menjalankan bisnis ini. Adapun salah satu kendala sehingga baru kali ini Telkom dapat merealisasikan bisnis FMC yakni karena kepemilikan saham Perseroan di Telkomsel tidak 100%. Sehingga, Telkom mesti berkomunikasi dan mendapat persetujuan dari pihak Singtel selaku pemegang 35% saham Telkomsel.
Konsolidasi di industri telekomunikasi memang merupakan tren global. Sebagai contoh, pada 2006 AT & T mengakuisisi BellSouth, lantas menjadikan JV Cingular Wireless sebagai anak perusahaan wireless yang dimiliki sepenuhnya. Adapun nilai akuisi tersebut mencapai US$86 miliar.
Kemudian, Verizon membeli sisa saham Verizin Wireless dari Vodafone pada 2013 senilai US$130 miliar. Vodafone mengakuisisi Liberty Global Ops di Jerman dan CEE pada 2019 senilai US$21 miliar. Selain itu, BT mengakuisisi EE,MNO terbesar di Inggris pada 2016 dengan nilai transaksi US$19 miliar. Kemudian, NTT membeli Docomo untuk dimilki 100% pada tahun 2020 senilai US$40 miliar.
“Dengan strategi FMC ini, maka Business to Consumers (B2C) di TelkomGroup akan sepenuhnya dikelola oleh Telkomsel. Sedangkan Telkom akan fokus pada Business to Business (B2B),” jelas Reza.
Reza menambahkan, keunggulan FMC antara lain penawaran layanan fixed dan mobile yang sebelumnya terpisah menjadi terinterasi. Kemudian pengalaman pelanggan (customer experience) yang tadinya hanya tergantung pada satu layanan saja menjadi lebih optimal.
Kehadiran layanan FMC juga memberi manfaat bagi masyarakat. Misalnya, inovasi terhadap peningkatan pelayanan dengan seamless experience. Kemudian, akses terhadap layanan digital menjadi lebih mudah dan merata sehingga meningkatkan produktifitas. FMC juga mengedepankan value for money.
Sementara itu, kegunaan hadirnya FMC bagi industri yakni adanya efisiensi dan produktifitas industri. Bukan itu saja, Industri juga menjadi lebi menarik dan kompetitif.
Adapun manfaat FMC bagi pemerintah atau negara adalah mendukung pertumbuhan perusahaan yang berpotensi meningkatkan pendapatan negara baik dari pajak maupun dividen. Peningkatan valuasi perusahaan, pertumbuhan tingkat adopsi digital dan percepatan penetrasi home broadband.
Andri Herawan Sasoko, VP Corporate Communication Telkom mengatakan, FMC harus segera dilaksanakan karena ada banyak benefit yang bisa didapatkan, seperti yang sudah dirasakan oleh operator lain di dunia.
“Pertama kita bisa cross selling. Kemudian FMC bisa mengurangi tingkat cabutan, Karena tingkat cabutan di industri seluler itu lumayan tinggi akibat perang tarif. FMC juga diharapkan bisa membuat Telkom Group lebih efisien,” paparnya.
Hal senada dikatakan oleh Edwin Julianus Sebayang, VP Investor Relation Telkom. Manfaat FMC bagi Perusahaan, tutur dia, diantaranya dapat meningkatkan kinerja Telkom. “FMC akan membuat efsiensi baik capex maupun opex. Capex untuk lima tahun ke depan diharapkan bisa 10% dari revenue. Yang saat ini capex sekitar 25% dari revenue. Dengan adanya FMC akan ada kenaikan daripada EBITDA maupun revenue,” tandas Edwin.