STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bursa Efek Indonesia (BEI) akan melibatkan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengejar dan menyita aset emiten yang mengalami delisting secara paksa (forced delisting), bila mangkir dari kewajiban membeli kembali saham (buyback). Hal itu ditegaskan oleh Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, di Jakarta, Rabu (8/5/2024).
Nyoman mengatakan, tindakan di atas merupakan upaya dari bursa untuk melindungi kepentingan investor. “Karena di peraturan yanga ada, emiten punya kewajiban untuk melakukan pembelian kembali saham,” ujarnya.
Menurut Nyoman, sebelum melibatkan Kejagung, BEI akan mengedepankan pendekatan persuasif terhadap emiten yang masuk kriteria delisting secara paksa. Langkah tersebut antara lain dilakukan dengan lebih dulu menggelar dengar pendapat (hearing) bersama emiten yang bersangkutan. BEI ingin mendapatkan komitmen atau penyampaian surat komitmen dari pihak yang akan melakukan pembelian Kembali saham.
“Pelaksanaan pembelian kembali kita pastikan dulu nih, bahwa hal tersebut dapat dilakukan baik oleh Perseroan maupun pihak yang ditunjuk,” jelas Nyoman.
Tapi, kata Nyoman, jika perusahaan tidak dapat dihubungi, maka regulator Bursa dapat melanjutkan kegiatan kepada otoritas yang lebih tinggi. “Salah satunya adalah Kejaksaan Agung,” paparnya.
Selanjutnya, Kejagung akan memproses emiten bermasalah tersebut hingga berujung likuidasi. “Jadi aset-aset yang mereka punya akan dilakukan likuidasi. Dan semua aset tersebut akan digunakan untuk memenuhi kewajibannya,” imbuh dia.
Bukan itu saja, BEI juga bakal memasukan pihak-pihak dalam emiten tersebut seperti Pemegang Saham Pengendali (PSP), komisaris hingga manajemennya dalam daftar hitam. Sehingga, mereka tidak bisa lagi mencari pendanaan melalui pasar modal.
“Kita kordinasi dengan otoritas termasuk di perbankan, lembaga keuanganyang lainnya, di institusi-institusi yang melakukan pengawasan untuk mencatat pihak ini dan kita banned di capital market,” tegas Nyoman.
Untuk diketahui, Perusahaan Tercatat yang telah disuspensi selama 6 bulan berturut-turut berpotensi delisting paksa. Saat ini, sekitar 40 emiten mengalami suspensi lebih dari 24 bulan. perusahaan