STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Multi Makmur Lemindo Tbk (PIPA) resmi memulai babak baru dalam perjalanannya setelah diambil alih oleh PT Morris Capital Indonesia (MCI). Perusahaan yang dulu dikenal sebagai produsen pipa plastik ini kini bertransformasi menjadi calon pemain besar di sektor energi nasional.
Transformasi ini diperkuat dengan rencana MCI untuk menyuntikkan aset senilai Rp3 triliun ke dalam PIPA. Tak hanya menguasai 48,88% saham, MCI juga membawa visi besar: menjadikan PIPA sebagai penghubung penting dalam rantai pasok energi, mulai dari sektor minyak dan gas, logistik energi darat-laut, hingga infrastruktur penyimpanan dan distribusi bahan bakar.
Menurut Indrawijaya Rangkuti, Pengamat Pasar Modal sekaligus Founder Entry Exit Investment, langkah MCI ini bukan sekadar perubahan arah bisnis, melainkan transformasi mendalam yang bisa mengubah wajah PIPA sepenuhnya.
“Ini bukan pivot kecil — ini adalah transformasi mendalam yang akan mendefinisikan ulang DNA perusahaan,” ujar Indrawijaya, dikutip Senin (27/10/2025).
Ia menilai, skema injeksi aset senilai Rp3 triliun membuka peluang bagi PIPA untuk keluar dari bayang-bayang bisnis lamanya dan menjadi bagian penting dari tulang punggung energi Indonesia.
“Model bisnis baru yang mencakup perdagangan energi, logistik, hingga infrastruktur penyimpanan sangat inline dengan kebutuhan jangka panjang sektor energi nasional. Jika dijalankan dengan eksekusi yang presisi, valuasi PIPA bisa melesat jauh melebihi harga pasar saat ini,” tegasnya.
Saat ini, saham PIPA diperdagangkan di level Rp338, turun tajam dari puncaknya di Rp625. Sebelumnya, saham ini sempat mencatat kenaikan lebih dari 6.000% sepanjang tahun. Menurut Indrawijaya, koreksi ini merupakan hal wajar akibat aksi ambil untung setelah euforia pasar pasca akuisisi.
“Pergerakan liar saham PIPA adalah cermin ekspektasi pasar terhadap transformasi ini. Harga Rp338 saat ini bisa dibilang sebagai hasil tarik-menarik antara sentimen jangka pendek dan potensi fundamental jangka panjang,” jelasnya.
Ia juga menyoroti harga Penawaran Tender Wajib (PTW) sebesar Rp21 per saham yang dinilai tidak mencerminkan nilai sesungguhnya dari PIPA yang kini sedang bertransformasi.
“Harga Rp21 itu hanyalah harga formal berdasarkan regulasi, bukan valuasi bisnis yang telah bertransformasi ke sektor energi. Dengan modal dan arah baru, valuasi sebenarnya bisa jauh di atas itu — tapi semuanya tergantung realisasi,” ujar Indrawijaya.
Meski prospeknya menjanjikan, ia mengingatkan investor agar tetap berhati-hati dalam mengambil posisi di saham ini.
“PIPA saat ini adalah saham yang berada dalam zona fluktuatif. Koreksi yang dalam memberi peluang, tapi kepastian realisasi proyek dan pengelolaan yang solid tetap menjadi kunci kemana arah saham PIPA,” tambahnya.
Ia menyarankan agar investor tidak hanya fokus pada analisis teknikal, tetapi juga mencermati setiap langkah dan pengumuman resmi dari manajemen MCI. “Kunci keberhasilan transformasi ini bukan hanya di suntikan modal, tapi juga pada eksekusi dan keberlanjutan proyek-proyek energi yang akan dijalankan PIPA ke depan,” katanya.
Transformasi PIPA di bawah kendali Morris Capital menjadi sinyal lahirnya “raksasa baru” di sektor energi nasional. Dengan modal jumbo, visi integratif, dan strategi restrukturisasi yang agresif, PIPA kini tak lagi sekadar produsen pipa — melainkan calon pemain besar dalam industri energi Indonesia.
“Jika rencana bisnis ini terealisasi secara penuh, bukan tidak mungkin PIPA akan menjadi salah satu pilar penting dalam infrastruktur energi nasional dalam beberapa tahun ke depan,” pungkas Indrawijaya Rangkuti.
