STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia melanjutkan penguatan pada penutupan perdagangan Jumat (2/6/2023) waktu setempat atau Sabtu (3/6/2023) WIB. Melesatnya harga komoditas ini seiring usainya drama kebangkrutan akibat gagal bayar utang (default), setelah Kongres AS mengesahkan rancangan undang – undang (RUU) tentang plafon utang negara Paman Sam tersebut. Laporan Departemen Tenaga Kerja AS yang kemudian disambut baik oleh kalangan pelaku pasar, ikut andil terhadap lonjakan harga minyak mentah dunia.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2023 ditutup meroket 1,64 dolar AS atau 2,34% menjadi 71,74 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus 2023 berakhir melejit 1,85 dolar AS atau 2,49% menjadi 76,13 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Dalam sepekan terakhir, harga minyak mentah berjangka WTI dan Brent turun sekitar 1,0%. Ini merupakan kerugian mingguan pertama bagi kedua kontrak tersebut dalam tiga minggu terakhir.
Pasca DPR dan Kongres AS meloloskan RUU untuk menangguhkan plafon utang pemerintah negara adidaya tersebut, Presiden AS Joe Biden lantas menindaklanjutinya. Dari Gedung Putih, pada Sabtu (6/4) waktu setempat, Biden telah menandatangani undang-undang penangguhan plafon utang pemerintah sebesar US$31,4 triliun. Dengan demikian, resmi sudah AS selamat dari kebangkrutan karena gagal bayar utang.
Sentimen positif lain yang ikut mendorong kedua harga acuan minyak mentah dunia tersebut meneruskan penguatannya adalah laporan yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja pada Jumat (2/6/2023). Berdasarkan data ini terungkap bahwa terjadi penambahkan sebanyak 339.000 pekerjaan di AS pada Mei. Angka ini lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar sebesar 190.000. Bahkan, masih berada di atas tingkat revisi naik pada April sebesar 294.000.
Kini, para Investor memantau pertemuan OPEC+ yang dihelat pada Sabtu, 4 Juni 2023 waktu setempat. Pelaku pasar ingin memastikan apakah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, akan menambah pemangkasan produksi untuk menaikan harga minyak dunia.