STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI) pada September 2024, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) menunjukkan hasil yang menggembirakan. Menurut BI, IEK tetap berada di zona optimis dengan angka 133,1. Optimisme ini ditopang oleh ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha, yang masing-masing mencatatkan angka 138,2, 131,1, dan 130,1.
“IEK tetap terjaga didorong oleh optimisme pada seluruh komponen pembentuknya, ujar Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, di Jakarta, Selasa (8/10/2024).Indeks ekspektasi ini mencerminkan keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi yang lebih baik dalam enam bulan ke depan.
Menariknya, peningkatan IEK tertinggi terjadi di beberapa kota besar. Kota Medan mencatat peningkatan signifikan dengan 14,9 poin, disusul Denpasar dengan 8,2 poin, dan Pangkal Pinang dengan 3 poin. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di berbagai wilayah semakin percaya akan perbaikan kondisi ekonomi.
Tak hanya itu, ekspektasi konsumen terhadap penghasilan juga mengalami kenaikan, terutama pada mereka dengan pengeluaran Rp3,1 juta hingga Rp4 juta. Peningkatan ini paling dirasakan oleh kelompok usia di atas 51 tahun.
Ketersediaan lapangan kerja juga diprediksi meningkat, terutama bagi mereka dengan latar belakang pendidikan Sarjana dan Pascasarjana. Indeks ini tetap optimis di semua kelompok usia. Kondisi ini tentu menjadi kabar baik bagi para pencari kerja di seluruh Indonesia.
Sementara itu, konsumen juga optimis terhadap perkembangan kegiatan usaha. Responden dengan pengeluaran Rp1 juta hingga Rp2 juta, serta Rp3,1 juta hingga Rp4 juta, menunjukkan keyakinan kuat akan meningkatnya aktivitas bisnis. Indeks tertinggi berada pada kelompok usia 20 hingga 30 tahun, yang mencerminkan generasi muda siap berkontribusi dalam dunia usaha.
Selain itu, rasio konsumsi terhadap pendapatan konsumen sedikit meningkat pada September 2024, dari 73,5% menjadi 74,1%. Namun, proporsi cicilan utang terhadap pendapatan turun tipis menjadi 10,6%, sementara proporsi tabungan turun menjadi 15,3%. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat tetap memiliki kepercayaan untuk konsumsi, tetapi tetap berhati-hati dalam pengelolaan utang.
Di sisi lain, rasio konsumsi terhadap pendapatan masyarakat Indonesia juga mengalami peningkatan pada bulan September 2024. Bank Indonesia mencatat, proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi naik dari 73,5% pada bulan sebelumnya menjadi 74,1%. Hal ini menandakan bahwa konsumen semakin berani mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, meskipun konsumsi meningkat, proporsi pembayaran cicilan atau utang justru menurun. Menurut data yang dirilis, rasio cicilan terhadap pendapatan turun menjadi 10,6%. Sementara itu, proporsi pendapatan yang disimpan oleh konsumen juga mengalami sedikit penurunan, dari 15,3% menjadi 15,3%. Ini menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menekan cicilan dan tabungan untuk memberikan ruang lebih besar pada konsumsi.
Menurut Bank Indonesia, peningkatan konsumsi ini dirasakan di hampir semua tingkatan pengeluaran. Konsumen dengan pengeluaran di atas Rp1 juta hingga Rp3 juta mencatat peningkatan pengeluaran untuk konsumsi.
Namun, ada pengecualian pada kelompok dengan pengeluaran Rp3,1 juta hingga Rp4 juta, yang justru mencatat penurunan dalam proporsi konsumsi terhadap pendapatan. Hal ini menjadi menarik untuk dicermati, karena menunjukkan perbedaan perilaku di kalangan kelas menengah ke atas.
Selain itu, kelompok konsumen dengan pengeluaran lebih dari Rp5 juta juga terlihat mengurangi porsi cicilan mereka. Penurunan proporsi cicilan pada kelompok ini mengindikasikan bahwa mereka mungkin lebih memilih untuk mengurangi beban utang dan meningkatkan alokasi untuk konsumsi.
Data ini memberikan gambaran bahwa meskipun konsumen cenderung mengalokasikan pendapatan lebih besar untuk konsumsi, mereka tetap berhati-hati dalam menjaga beban cicilan dan tabungan.