STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia kembali mengalami penurunan signifikan pada penutupan perdagangan Senin (30/9/2024) waktu setempat, atau Selasa pagi (1/10/2024) WIB. Minyak mentah Amerika Serikat (AS) jenis West Texas Intermediate (WTI) mencatat penurunan lebih dari 7% selama bulan September. Sementara itu, patokan global minyak Brent jatuh lebih dalam, turun sekitar 9%.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah WTI untuk pengiriman November turun 1 sen atau 0,01%, menjadi US$68,17 per barel di New York Mercantile Exchange. Sedangkan, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November turun 21 sen atau 0,29%, mencapai US$71,77 per barel di London ICE Futures Exchange.
Penurunan harga minyak ini dipicu oleh lonjakan pasokan dari OPEC+ dan lemahnya permintaan dari Tiongkok, yang merupakan konsumen minyak mentah terbesar di dunia. “Pasar minyak sedang mengalami serangan panik,” kata Amarpreet Singh, analis energi dari Barclays. Meski begitu, Barclays masih memprediksi bahwa harga Brent akan rata-rata mencapai US$85 pada 2025.
Faktor utama lain yang menekan harga minyak adalah rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi mulai Desember mendatang. Di sisi lain, permintaan minyak di Tiongkok terus melemah, memperburuk situasi di pasar global.
Di tengah kondisi ini, ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga gagal memberikan dukungan signifikan bagi harga minyak. Serangan udara Israel yang menewaskan pemimpin Hezbollah, Hassan Nasrallah, di Beirut akhir pekan lalu belum cukup memicu lonjakan harga minyak seperti yang diantisipasi oleh beberapa analis.
Menurut Daan Struyven, kepala analis minyak di Goldman Sachs, aksi harga minyak saat ini mencerminkan risiko geopolitik yang masih terbatas. “Meskipun ada ekspektasi peningkatan pasokan dari Libya dan Arab Saudi, dampaknya terhadap harga minyak tetap minimal,” ujar Struyven.
Dengan penurunan harga yang terjadi di penghujung September, pasar minyak terus menghadapi tekanan besar. Namun, para pelaku pasar berharap ada perubahan positif pada kuartal keempat, meski tantangan masih membayangi di tengah lonjakan produksi dan melemahnya permintaan global.