STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak dunia mengalami penurunan pada penutupan perdagangan Rabu (24/4/2024) waktu setempat atau Kamis pagi (24/4/2024) WIB. Para trader kini kembali memperhatikan fundamental pasokan dan permintaan, seiring meredanya ancaman perang antara Israel dan Iran.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni turun 55 sen atau 0.66% menjadi US$82.81 per barel, di New York Mercantile Exchange. Tahun ini, minyak mentah WTI naik lebih dari 15%.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni 2024 berkurang 40 sen atau 0.45% menjadi US$88.02 per barel, di London ICE Futures Exchange. Tahun ini, Brent naik sekitar 14%.
Pasar minyak terlihat agak bearish saat ini karena persediaan minyak global meningkat. Sebagian minyak mentah yang sebelumnya terjebak di perairan akibat gangguan di Laut Merah kini sedang diunggah. Goldman Sachs melaporkan bahwa hal ini mengurangi keterbatasan pasokan di pasar. Tak hanya itu, Goldman Sachs juga memprediksi penurunan premi risiko geopolitik dalam beberapa bulan mendatang. Itu tercermin pada harga minyak yang akan menurun sebesar US$5 hingga US$10 per barel dalam beberapa bulan mendatang.
Data dari Administrasi Informasi Energi menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah komersial AS turun 6.4 juta barel minggu lalu, penurunan terbesar sejak pertengahan Januari.
Presiden Joe Biden menandatangani paket bantuan luar negeri yang akan memperluas sanksi terhadap minyak Iran. Namun, dalam undang-undang tersebut, Biden memiliki kewenangan untuk menghapus sanksi atas alasan keamanan nasional, yang mungkin membatasi dampaknya pada pasar minyak.
Layanan risiko geopolitik Rapidan Energy menyatakan bahwa pemerintahan Biden kemungkinan tidak akan memberlakukan sanksi secara ketat yang dapat meningkatkan harga minyak mentah global dalam tahun pemilihan.
Menurut analis di broker minyak PVM, Tamas Varga, rally berkelanjutan di atas US$95 per barel untuk Brent saat ini tidak mungkin terjadi. Hal ini disebabkan oleh aliran minyak dari Timur Tengah yang tidak terganggu oleh konflik, pertumbuhan produksi di AS, inflasi yang tetap kuat, dan cadangan yang cukup dari OPEC untuk mengatasi pasar dalam keadaan darurat pasokan.