STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia melonjak tajam pada penutupan perdagangan hari Jumat (4/10/2024) waktu setempat atau Sabtu pagi (5/10/2024) WIB.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November naik 67 sen atau 0,91%, menjadi US$74,38 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember melesat 43 sen atau 0,55%, mencapai US$78,05 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Harga minyak dunia melonjak tajam pekan ini, mencatat kenaikan terbesar dalam setahun terakhir. Kenaikan ini dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran, yang membuat pasar khawatir akan potensi konflik yang dapat mengganggu pasokan minyak global.
WTI mencatat kenaikan 9,09% minggu ini, lonjakan tertingginya sejak Maret 2023. Sementara itu, Brent, yang menjadi patokan global, melonjak 8,43%, kenaikan tertingginya sejak Januari 2023.
Lonjakan harga ini terjadi setelah muncul spekulasi bahwa Israel mungkin akan menyerang fasilitas minyak Iran sebagai respons atas serangan rudal dari Teheran. Kekhawatiran ini semakin diperkuat oleh pernyataan Presiden AS, Joe Biden, yang mengisyaratkan bahwa pemerintah AS sedang membahas kemungkinan serangan Israel terhadap sektor minyak Iran.
Biden kemudian menegaskan, “Israel belum memutuskan langkah apa yang akan mereka ambil terkait serangan tersebut — itu masih dibahas. Jika saya berada di posisi mereka, saya akan memikirkan opsi lain selain menyerang ladang minyak.” Komentarnya ini sedikit meredakan ketakutan pasar, meski ketegangan tetap tinggi.
Daan Struyven, analis minyak utama dari Goldman Sachs, memperingatkan bahwa harga minyak bisa melonjak antara US$10 hingga US$20 per barel jika serangan Israel berhasil mengurangi produksi minyak Iran hingga 1 juta barel per hari dalam jangka panjang. Namun, dampaknya akan sangat tergantung pada respons OPEC dalam mengaktifkan cadangan produksi mereka.
Meski harga minyak melonjak minggu ini, Struyven mencatat bahwa lonjakan tersebut terjadi dari level harga yang sebenarnya cukup rendah. Sebulan lalu, harga minyak sempat menyentuh titik terendah dalam tiga tahun terakhir, dipicu oleh lemahnya permintaan dari China dan rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi.
Konflik geopolitik yang meningkat jelas mempengaruhi harga minyak. Namun, menurut Struyven, pasar baru benar-benar bereaksi serius setelah Iran meluncurkan hampir 200 rudal balistik ke Israel pada hari Selasa.
Goldman Sachs menilai harga Brent yang saat ini berada di kisaran US$77 per barel masih di bawah nilai wajar berdasarkan tingkat persediaan minyak global. Namun, jika ada gangguan pasokan signifikan, harga bisa melonjak lebih tinggi. Pasar masih memiliki sekitar 6 juta barel cadangan per hari yang dapat diaktifkan jika diperlukan.