STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Pasar batubara global saat ini diwarnai sentimen intervensi kebijakan Australia. New South Wales (NSW) akan meminta produsen batubara untuk mengalokasikan hingga 10% dari produksi untuk konsumsi domestik.
Juan Harahap, analis pasar modal Samuel Sekuritas Indonesia menilai, langkah ini sebagai upaya untuk memastikan ketahanan energi dalam negeri. Namun, kebijakan ini berpotensi mengganggu pasokan pasar global, mengingat peran vital pasokan batubara Australia dalam memenuhi permintaan global.
Catatan Juan, Australia adalah eksportir batubara terbesar ke-2 di dunia, menyumbang sekitar 27,6% pasokan batubara global pada tahun 2021. Ia mencatat, produksi batubara Australia pada 2021 turun 5,7%. Ini karena curah hujan yang tinggi sehingga menekan turun angka ekspor hingga 4,8%.
“Meskipun terjadi penurunan pasokan dari Australia, kami meyakini bahwa pasokan batubara dari China dan Indonesia dapat menutupi kekurangan tersebut” ujar Juan dalam laporan riset, Jumat (20/1).
Juan memperkirakan pejabat pemerintah China akan memaksimalkan produksi batubaranya pada 2023. Pemerintah Indonesia juga berencana untuk meningkatkan produksi dalam negeri sebesar 4,7% secara tahunan menjadi 694 juta ton, lebih tinggi dari target tahun 2022 sebesar 663 juta ton.
Juan memperkirakan, intervensi ini akan menjadi katalis positif jangka pendek, karena perlu waktu bagi Indonesia dan China untuk meningkatkan pasokan batubara mereka. Data menunjukkan bahwa emiten pertambangan batubara selalu mencatat volume produksi yang lebih rendah pada semester pertama dibandingkan dengan semester kedua.
“Oleh karena itu, kami mempertahankan rating NETRAL kami untuk sektor batubara dengan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) sebagai top pick kami. Saham ADRO direkomendasi BUY dengan target harga Rp4.100 per saham. Rekomendasi ini mencerminkan 5,5 kali perkiraan PE 2023, terutama karena diversifikasi bisnisnya yang akan memberikan fleksibilitas pembiayaan dalam jangka panjang,” kata Juan.
Sementara saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ditargetkan Rp230 per saham. “Kami mempertahankan BUMI sebagai alpha top pick kami, mengingat potensi penurunan beban bunga sebesar US$ 130 juta per tahun menyusul pelunasan sebagian besar utang perusahaan pasca NPR di triwulan IV 2022,” katanya.