STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS melemah pada penutupan perdagangan Selasa (14/1/2025) waktu setempat atau Rabu pagi (15/1/2025) WIB. Penurunan ini terjadi setelah data inflasi produsen AS (PPI) untuk Desember dirilis lebih rendah dari perkiraan. Meski begitu, dolar masih berada di dekat level tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Mengutip CNBC International, indeks dolar, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama, turun 0,7% ke level 109,23. Posisi ini sedikit di bawah puncaknya pada Senin lalu di 110,17, level tertinggi dalam 26 bulan terakhir.
“Pasar tidak terlalu terkesan dengan data PPI yang lebih rendah dari ekspektasi. Meski lebih baik dari perkiraan, dolar kembali mendekati posisi pembukaan sesi,” ujar Helen Given, Associate Director di Monex USA.
Investor kini menunggu data indeks harga konsumen (CPI) yang akan dirilis Rabu. Data ini menjadi petunjuk penting bagi kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed). Prediksi pasar memperkirakan pemotongan suku bunga pertama akan dilakukan pada September 2025, dengan ekspektasi penurunan kurang dari 50 basis poin.
Di tengah transisi kepemimpinan Donald Trump, perhatian pasar juga tertuju pada kebijakan ekonomi yang akan diterapkan. Tarif impor yang lebih tinggi diprediksi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi AS, tetapi juga berpotensi meningkatkan inflasi.
Sementara itu, euro menguat 0,39% terhadap dolar ke US$1,0286. Sebelumnya, mata uang Eropa ini sempat menyentuh level terendah sejak November 2022. Sepanjang 2024, euro melemah lebih dari 6%, dipicu kekhawatiran tarif dan perbedaan kebijakan moneter antara The Fed dan Bank Sentral Eropa (ECB).
Pound sterling melemah tipis 0,07% ke US$1,2194. Tekanan fiskal di Inggris terus membayangi prospek ekonomi negara tersebut. Di sisi lain, dolar naik 0,37% terhadap yen Jepang ke level 158,055. Pelaku pasar kini menunggu pertemuan kebijakan Bank of Japan minggu depan, dengan kemungkinan kenaikan suku bunga mencapai 57%.
Di Tiongkok, yuan stabil di 7,3468 per dolar. Bank Sentral Tiongkok (PBOC) mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk menopang mata uangnya yang tertekan.