STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS anjlok terhadap sebagian besar mata uang utama pada penutupan perdagangan Rabu (5/3/2025) waktu setempat atau Kamis pagi (6/3/2025) WIB. Investor khawatir tarif baru yang diterapkan Amerika Serikat akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan memicu resesi.
Di sisi lain, euro justru melonjak ke level tertinggi dalam empat bulan. Mata uang Eropa ini didorong oleh optimisme pasar setelah Jerman mengumumkan rencana dana infrastruktur senilai 500 miliar euro atau setara US$531 miliar.
Mengutip CNBC International, indeks dolar AS turun 1,2% ke level 104,29, yang merupakan titik terendah sejak 8 November. Euro naik 1,5% ke US$1,0791, mencetak kenaikan harian terbesar sejak November 2023. Mata uang ini juga menguat terhadap poundsterling, yen, dan franc Swiss.
Juan Perez, Direktur Perdagangan di Monex USA, menilai investor mulai kehilangan kepercayaan terhadap pasar Amerika.
“Kita sedang mengalami perubahan sentimen terhadap ketergantungan pada pasar AS. Jika ekonomi AS mengarah pada proteksionisme ketat, sistem keuangan akan mulai menyesuaikan, dan saat ini mengurangi kepemilikan dolar tampaknya lebih bijak,” katanya.
Kekhawatiran pasar semakin besar setelah Presiden AS Donald Trump kembali menegaskan rencananya untuk menerapkan tarif timbal balik pada April mendatang. Tarif 25% untuk impor dari Meksiko dan Kanada mulai berlaku Selasa lalu, sementara bea masuk barang China naik dua kali lipat menjadi 20%.
Sebagai respons, China dan Kanada langsung mengambil langkah balasan. Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum juga mengancam akan membalas, meski belum memberikan rincian lebih lanjut.
Namun, pada Rabu, Gedung Putih melunak dan mengumumkan pengecualian sementara bagi produsen mobil dari Kanada dan Meksiko. Mereka diberi waktu satu bulan untuk mematuhi ketentuan perjanjian perdagangan bebas yang ada sebelum tarif 25% diberlakukan.
Sementara itu, data ekonomi AS menunjukkan pertumbuhan tenaga kerja yang melambat. Laporan ADP National Employment Report menunjukkan hanya 77.000 pekerjaan baru yang tercipta bulan lalu, jauh di bawah perkiraan ekonom yang memperkirakan 140.000 pekerjaan.
Di sisi lain, sektor jasa AS justru mengalami ekspansi. Indeks Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan angka 53,5, naik dari 52,8 pada Januari.
Di Asia, China mengumumkan langkah-langkah stimulus fiskal tambahan untuk mendorong konsumsi. Hal ini membuat yuan offshore menguat 0,2% ke 7,239 per dolar AS.
Mata uang yang sensitif terhadap ekonomi China, seperti dolar Australia, juga ikut terdongkrak. Aussie naik 1,1% ke US$0,6338, ditopang oleh data ekonomi domestik yang positif.