STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia anjlok ke level terendah dalam beberapa bulan terakhir pada penutupan perdagangan Selasa (4/3/2025) waktu setempat atau Rabu pagi (5/3/2025) WIB. Tekanan datang dari rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi mulai April, kebijakan tarif baru AS terhadap Kanada, Meksiko, dan Tiongkok, serta keputusan Presiden Donald Trump menghentikan bantuan militer ke Ukraina.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka Brent, turun 0,8% atau 58 sen menjadi US$71,04 per barel, di London ICE Futures Exchange. Bahkan, sempat menyentuh level terendah US$69,75, yang merupakan harga terlemah sejak September.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melemah 0,2% atau 11 sen mencapai US$68,26 per barel, di New York Mercantile Exchange. Sebelumnya, sempat jatuh ke US$66,77 per barel, level terendah sejak November.
“Penurunan harga minyak saat ini terutama disebabkan oleh keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi serta kebijakan tarif baru AS,” kata Darren Lim, analis komoditas di Phillip Nova.
OPEC+ yang beranggotakan negara-negara pengekspor minyak dan sekutunya, termasuk Rusia, memutuskan tetap melanjutkan kenaikan produksi minyak sebesar 138.000 barel per hari mulai April. Ini menjadi peningkatan pertama sejak 2022 dan mengejutkan pasar.
“Perubahan strategi OPEC tampaknya lebih mengutamakan faktor politik ketimbang harga. Politik ini kemungkinan berkaitan dengan manuver Donald Trump,” ujar Bjarne Schieldrop, kepala analis komoditas di SEB.
AS resmi menerapkan tarif 25% untuk impor dari Kanada dan Meksiko mulai Selasa pukul 12:01 EST atau 05:01 GMT. Selain itu, ada tarif tambahan 10% untuk produk energi Kanada dan kenaikan bea masuk barang Tiongkok dari 10% menjadi 20%.
Kebijakan ini memicu kekhawatiran bahwa ekonomi global akan melambat, yang akhirnya menekan permintaan energi dan menekan harga minyak lebih dalam.
Tiongkok langsung merespons dengan menaikkan tarif impor 10-15% untuk berbagai produk pertanian dan makanan dari AS. Beijing juga memasukkan 25 perusahaan AS ke dalam daftar pembatasan ekspor dan investasi.
Selain faktor tarif, kebijakan Trump yang menghentikan bantuan militer ke Ukraina juga ikut memberi tekanan pada harga minyak. Laporan Reuters menyebutkan bahwa Gedung Putih telah meminta Departemen Luar Negeri dan Keuangan AS untuk menyusun daftar sanksi yang bisa dikurangi dalam negosiasi dengan Rusia.
Ekspektasi bahwa sanksi bisa dicabut dan membuka keran ekspor minyak Rusia lebih besar menambah tekanan pada harga. Namun, analis Goldman Sachs menilai produksi minyak Rusia masih lebih dikendalikan oleh target OPEC+ dibandingkan sanksi.
Selain itu, permintaan minyak dari Tiongkok juga sedang lesu. Negara tersebut akan memasuki periode perawatan kilang yang bisa menurunkan kebutuhan impor minyak.
Di sisi lain, pemerintahan Trump mengumumkan pencabutan izin bagi Chevron untuk beroperasi di Venezuela dan mengekspor minyak sejak 2022. Keputusan ini diambil setelah Washington menilai Presiden Nicolas Maduro gagal menunjukkan kemajuan dalam reformasi pemilu dan kebijakan imigrasi.