STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia ditutup sedikit lebih rendah pada penutupan perdagangan hari Rabu (18/9/2024) waktu setempat atau Kamis pagi (19/9/2024) WIB. Penurunan ini terjadi meskipun Federal Reserve AS memangkas suku bunga untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun. Pemangkasan ini lebih besar dari yang diperkirakan, namun respons pasar minyak tetap tenang.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober ditutup turun 28 sen atau 0,39% menjadi US$70,91 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November berakhir terpangkas 5 sen atau 0,07% mencapai US$73,65 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Meski The Fed memangkas suku bunga hingga 50 basis poin, langkah ini tidak banyak berdampak pada pasar minyak. Pelemahan dolar AS akibat pemangkasan suku bunga seharusnya bisa mendukung kenaikan harga minyak, namun pasar minyak tampaknya sudah mengantisipasi langkah ini sejak awal.
Menurut analis minyak senior di Kpler, Matt Smith, pemangkasan suku bunga sudah diperhitungkan sebelumnya oleh pasar. “Rally minyak yang terjadi sebelumnya sudah mengantisipasi kebijakan ini, jadi tidak ada kejutan besar yang membuat harga minyak naik signifikan,” jelasnya.
Selain itu, pasar minyak masih dibayangi kekhawatiran mengenai ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan. Konsumsi minyak di China yang melambat akibat meningkatnya penjualan kendaraan listrik juga turut mempengaruhi harga minyak global.
OPEC+ diprediksi akan meningkatkan produksi pada Desember mendatang, sementara produksi minyak di Amerika Serikat, Kanada, Brasil, dan Guyana terus meningkat. Direktur Velandera Energy Partners, Manish Raj, menilai pemangkasan suku bunga ini tidak akan langsung mempengaruhi permintaan minyak. “Pemotongan suku bunga tidak serta-merta membuat orang langsung ke pom bensin,” ujar Raj.
Meski persediaan minyak mentah di AS turun 1,6 juta barel, stok bensin justru mengalami kenaikan sebesar 100 ribu barel pada pekan yang berakhir 13 September. Ini menunjukkan bahwa pasar energi global masih dalam situasi yang tidak stabil.
Sementara itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah semakin memanas, khususnya antara Israel dan milisi Hezbollah di Lebanon. Ratusan serangan terjadi pada Selasa, menambah kekhawatiran pasar akan potensi konflik yang lebih besar.