STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Enam emiten telah dinyatakan pailit hingga PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menjatuhkan sanksi suspensi. Keenam Perusahaan Tercatat tersebut adalah PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Cowell Development Tbk (COWL), PT Grand Kartech Tbk (KRAH, PT Nipress Tbk (NIPS), PT Golden Plantation Tbk (GOLL) dan PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ).
Namun, dari enam perusahaan publik tersebut, lima diantaranya telah mengalami suspensi lebih dari dua tahun. Hanya FORZ satu-satunya emiten yang masa suspensinya belum mencapai dua tahun.
Berdasarkan regulasi Pasar Modal Indonesia, emiten yang masa suspensinya lebih dari 24 bulan, sudah memenuhi syarat batas waktu untuk di delisting dari Bursa. Lantas, apa kata BEI terkait hal ini?
Menurut I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, aturan delisting Perusahaan Tercatat telah tercantum dalam peraturan I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa. Beleid tersebut menyebutkan, Bursa dapat menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat apabila mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi berikut ini.
Pertama, emiten yang bersangkutan mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat tersebut, baik secara finansial maupun secara hukum. Atau, berpengaruh terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Kedua, saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
“Dalam pelaksanaan peraturan tersebut, Bursa tidak serta merta menghapus Perusahaan Tercatat dari daftar efek yang dicatatkan di Bursa. Bursa senantiasa melakukan upaya agar Perusahaan Tercatat tetap tercatat di Bursa. Hal tersebut misalnya dengan melakukan permintaan penjelasan dan/atau dengar pendapat dengan Perusahaan Tercatat tersebut,” ujar Nyoman kepada media, di Jakarta, Jumat (14/10).
Nyoman mengatakan, hal tersebut untuk mengetahui perihal kendala yang dihadapi dan upaya yang dijalankan emiten dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Ini merupakan bentuk pembinaan yang dilakukan oleh Bursa.
Selain itu, dalam kondisi tertentu Bursa juga perlu mempertimbangkan beberapa hal. “Misalnya, apakah Perusahaan Tercatat yang telah dinyatakan pailit telah memperoleh kekuatan hukum tetap/tidak atau apakah ada upaya hukum lain yang sedang dijalankan oleh Perusahaan. Hal lain yang menjadi perhatian adalah koordinasi dengan otoritas dan aparat penegak hukum apabila dibutuhkan,” tukasnya.
Hal ini, lanjut dia, penting dilakukan agar ketika BEI mengambil langkah delisting, itu merupakan upaya terakhir. ‘Dan memang Perusahaan Tercatat tersebut layak untuk dilakukan delisting,” pungkasnya.