STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Memasuki tahun politik, sejumlah politisi membawa perusahaan mereka ke pasar modal melalui mekanisme penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) saham. Sejak November 2023 hingga saat ini, tercatat sudah ada empat emiten baru yang tak adalah milik para politisi tersebut.
Dimulai dari Politisi Partai Golkar Singgih Januratmoko yang sukses mencatatkan saham PT Janu Putra Sejahtera Tbk (AYAM) di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada 30 November 2023. Caleg DPR RI Partai Golkar Dapil Jawa Tengah V tersebut berhasil mengantar AYAM meraup dana publik sebanyak Rp80 miliar.
Selanjutnya, giliran politisi PKB Sudjatmiko yang mampu menjadikan PT Asri Karya Lestari Tbk (ASLI) miliknya, sebagai Perusahaan Tercatat di BEI pada 5 Januari 2024. Dari IPO ini, Perusahaan Caleg DPR RI 2024 Dapil VI Kota Bekasi itu, dapat menyerok dana investor Rp125 miliar.
Kemudian, mencuat nama Stevano Andranacus yang menjadi Direktur Utama PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE) atau AKP Nickel Mining. Caleg DPR RI PDIP dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur II tersebut merupakan putra Herman Herry Adranacus, anggota DPR fraksi PDIP dari daerah pemilihan yang sama sejak 2004. Berdasarkan dokumen IPO AKP Nickel Mining, entitas induknya yakni PT Dwidaya Mega Investama adalah milik Herman ayahanda Stevano.
Adapun NICE resmi tercatat di BEI pada Rabu 10 Januari 2024. Dari IPO ini, Perusahaan yang dinahkodai Stevano itu, berhasil mengantongi dana segar sebanyak Rp532,78 miliar.
Terbaru, ada nama Mohamad Reza Pahlevi, kader partai Golkar. Ia sukses mengantar PT Manggung Polahraya Tbk (MANG) miliknya, melantai di BEI, pada Kamis 11 Januari 2024. Dari IPO saham ini, MANG mengantongi Rp76,25 miliar.
Lantas, bagaimana cara BEI memastikan bahwa dana yang dihimpun dari pasar modal tersebut, tak diselewengkan untuk kepentingan politik?
I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian BEI kepada awak media, di Jakarta, Kamis (11/1/2024) mengatakan, untuk memastikan kelangsungan usaha calon Perusahaan Tercatat, Bursa melakukan evaluasi. Itu antara lain dari sisi business model, rencana strategis dan financial projection.
“Terkait rencana penggunaan dana, ditentukan berdasarkan kebijakan managemen calon Perusahaan Tercatat. Bursa melakukan pemantauan atas penggunaan dana hasil penawaran umum setelah perusahaan tersebut tercatat di Bursa sesuai dengan prospectus,” ujarnya.
Menurut Nyoman, penggunaan dana hasil IPO yang diawasi oleh regulator adalah penggunaan dana yang masuk ke Perseroan. Itu dilakukan melalui Laporan Realisasi Penggunaan Dana (LRPD) setiap 6 bulan.
“Sedangkan dana yg masuk ke Pemegang Saham (divestasi) tidak masuk dalam LRPD,” terang dia.
Bila ada perubahan terkait dana IPO yang masuk ke dalam Perseroan, lanjut Nyoman, maka Perusahaan Tercatat wajib mendapatkan persetujuan RUPS dan dilaporkan ke regulator.