STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bank Indonesia (BI) terus bergerak untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tekanan global yang meningkat. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan intervensi dilakukan setiap hari demi menjaga nilai rupiah tetap stabil.
“Bank Indonesia selalu berada di pasar dan hampir setiap hari, bahkan setiap hari kita tuh intervensi. Baik di pasar spot maupun domestic non-delivery forward agar rupiah tetap stabil,” ujar Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Tekanan terhadap rupiah salah satunya berasal dari ekonomi Amerika Serikat yang masih kuat, tetapi dibayangi inflasi tinggi. Perry mengungkapkan suku bunga The Fed kemungkinan hanya akan turun satu kali sebesar 25 bps pada awal semester kedua tahun ini.
Selain itu, tingginya yield US Treasury juga menjadi faktor yang mempengaruhi nilai tukar. “Defisit fiskal pemerintah Amerika Serikat tahun ini 7,7%, tahun depan 8,8%. Bahkan ada wacana untuk menghilangkan debt ceiling. Itu menyebabkan yield US Treasury tetap tinggi,” jelasnya.
US Dollar Index (DXY), Indeks Dolar AS terhadap mata uang dunia, masih kuat. Beberapa waktu lalu, indeks ini mencapai 109, lalu turun ke 107. Perry menyebutkan masih ada kemungkinan DXY kembali ke level 108 atau 109 dalam waktu dekat, yang berpotensi memberikan tekanan tambahan terhadap rupiah.
BI memastikan stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga dengan mengikuti pergerakan mata uang negara-negara lain dalam kelompok yang sama, seperti China, Korea, Malaysia, Thailand, India, dan Singapura.
“Stabilitas adalah yang paling penting agar ekonomi kita terus bergulir. Tidak ada suatu negara ekonominya bergulir tanpa ada stabilitas, termasuk stabilitas nilai tukar rupiah,” tegas Perry.
Di tengah dinamika global yang terus berubah, BI berkomitmen untuk terus melakukan langkah-langkah strategis agar rupiah tetap berada di jalur yang aman. Perry pun menekankan bahwa meskipun ada tekanan dari pasar global, rupiah justru mengalami penguatan pada Februari ini.