STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS melemah pada penutupan perdagangan Kamis (6/3/2025) waktu setempat atau Jumat pagi (7/3/2025) WIB. Ini karena investor semakin khawatir terhadap perlambatan ekonomi. Yen Jepang dan franc Swiss justru menguat lantaran investor mencari aset safe-haven di tengah tekanan pasar.
Mengutip CNBC International, dolar AS turun 0,9% terhadap yen ke level 147,65 yen setelah sebelumnya menyentuh titik terendah lima bulan di 147,31 yen. Terhadap franc Swiss, dolar melemah ke level terendah tiga bulan di 0,8828 franc dan terakhir diperdagangkan di 0,8827 franc.
Kekhawatiran pasar dipicu oleh perang dagang yang semakin memanas. Investor khawatir tarif tinggi yang diberlakukan pemerintahan Amerika Serikat dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi domestik. “Narasi tentang tarif kini berubah, dan semakin dilihat sebagai penghambat pertumbuhan ekonomi,” kata Eugene Epstein, Kepala Perdagangan dan Produk Terstruktur di Moneycorp, New Jersey.
Indeks dolar, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama lainnya, mengalami penurunan empat hari berturut-turut. Indeks ini jatuh ke level terendah empat bulan dan terakhir turun 0,3% ke posisi 104,12.
Sementara itu, euro sempat menyentuh puncak tertinggi empat bulan terhadap dolar setelah Bank Sentral Eropa (ECB) memangkas suku bunga untuk keenam kalinya dalam sembilan bulan terakhir. Euro sempat mencapai US$1,0854 sebelum turun sedikit ke US$1,0791.
Kebijakan ekonomi Jerman juga menjadi sorotan pasar. Pemerintah Jerman mengumumkan rencana pengeluaran besar-besaran senilai 500 miliar euro (US$540,90 miliar) untuk infrastruktur dan pertahanan. Presiden ECB Christine Lagarde menyatakan bahwa pengeluaran besar ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Eropa, tetapi juga dapat meningkatkan tekanan inflasi.
Di sisi lain, data ekonomi AS menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Laporan dari Challenger, Gray & Christmas menunjukkan adanya 62.242 pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pemerintah federal AS pada Februari. Total PHK yang direncanakan melonjak menjadi 172.017, angka tertinggi sejak resesi sebelumnya.
Selain itu, defisit perdagangan AS mencetak rekor baru akibat lonjakan impor pada Januari. Bisnis-bisnis AS bergegas mengimpor barang sebelum tarif tambahan diberlakukan, yang akhirnya memperburuk keseimbangan perdagangan negara tersebut.
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menegaskan bahwa Kanada akan terus menghadapi perang dagang dengan AS dalam waktu dekat. “Kami akan terus bernegosiasi dengan pemerintahan Trump mengenai tarif atas seluruh impor Kanada,” ujar Trudeau.