STOCKWATCH.ID (CHICAGO) – Harga emas dunia mengalami penurunan tajam pada penutupan perdagangan Rabu (11/9/2024) malam waktu setempat atau Kamis pagi (12/9/2024) WIB. Kabar buruk datang dari data inflasi Amerika Serikat (AS) yang membuat investor meragukan kemungkinan pemotongan suku bunga besar oleh Federal Reserve dalam waktu dekat.
Mengacu pada CNBC International, harga emas spot turun 0,1% menjadi US$2.513,19 per ons. Di sisi lain, kontrak berjangka emas AS ditutup hampir tidak berubah di angka US$2.542,40 per ons.
Data inflasi AS untuk Agustus menunjukkan kenaikan harga konsumen yang sedikit. Namun, inflasi inti yang tetap tinggi bisa menjadi penghalang bagi Federal Reserve untuk melakukan pemotongan suku bunga setengah poin pada pertemuan mendatang. Bob Haberkorn, analis senior di RJO Futures, menyatakan, “Inflasi masih ada dan konsumen merasakannya. Jika Fed melakukan pemotongan setengah poin, itu akan dianggap langkah besar. Mungkin mereka terpaksa melakukan pemotongan seperempat poin.”
Saat ini, pasar memperkirakan 87% kemungkinan bahwa Fed akan melakukan pemotongan suku bunga 25 basis poin, meningkat dari 71% sebelum data inflasi dirilis, menurut alat CME FedWatch. Sebagian besar ekonom memperkirakan bahwa Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada ketiga pertemuan kebijakan yang tersisa di tahun 2024. Hanya sembilan dari 101 ekonom yang mengharapkan pemotongan setengah poin minggu depan.
Tai Wong, pedagang logam independen dari New York, menjelaskan, “Peningkatan CPI inti telah mengukuhkan harapan untuk pemotongan 25 bps minggu depan. Harga emas mencapai rekor tertinggi mungkin harus menunggu sedikit lebih lama.”
Pasar kini menunggu laporan indeks harga produsen dan klaim pengangguran awal yang akan dirilis pada hari Kamis. Sementara harga emas merosot, logam lainnya menunjukkan performa positif. Harga perak spot naik 0,7% menjadi US$28,57 per ons. Platinum meningkat 1,5% menjadi US$951,97 per ons, dan paladium menguat 5% menjadi US$1.013,25 per ons.
Daniel Pavilonis, analis pasar senior di RJO Futures, mengaitkan kenaikan harga paladium dengan perubahan regulasi ekspor dari Rusia. Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyatakan bahwa Moskow mungkin akan membatasi ekspor uranium, titanium, dan nikel sebagai balasan terhadap Barat. Kenaikan harga paladium sebagian besar disebabkan oleh perubahan regulasi ekspor, menurut Pavilonis.