STOCKWATCH.ID (JAKARTA – PT MNC Energy Investments Tbk (IATA) mencatatkan pendapatan sebesar US$192,1 juta pada 2022, melonjak 142,7% dari US$79,1 juta pada 2021. EBITDA IATA tumbuh 411,1% menjadi US$59,7 juta dari US$11,7 juta pada 2021.
Menurut Henry Suparman, Direktur Utama IATA dalam keterangan resmi, Rabu (5/4), dari pendapatan tersebut, laba bersih IATA meroket hingga 604,7% menjadi US$39 juta pada 2022 dari US$5,5 juta pada tahun 2021. “Margin EBITDA dan margin laba bersih IATA masing-masing tercatat sebesar 31,6% dan 20,3%, membaik secara signifikan dari 2021,” katanya.
Henry mengemukakan, pada 2022, Perseroan menyelesaikan pelaksanaan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD atau rights issue), mengganti bisnis utamanya dari pengangkutan udara niaga dan jasa angkutan udara menjadi perusahaan investasi yang fokus pada sektor energi khususnya batu bara. Hal tersebut terbukti menjadi keputusan terbaik, membawa IATA membukukan pertumbuhan operasional dan keuangan yang substansial.
Saat ini, IATA mengelola 3 IUP-Operasi Produksi dan 5 IUP-Eksplorasi, yang salah satu di antaranya akan dioperasikan tahun ini. Perseroan terus menggenjot hasil produksi untuk memenuhi permintaan batu bara yang tinggi.
“Hingga saat ini, IATA sudah memiliki cadangan batu bara sebanyak 343 miliar MT, hanya dari sekitar 20% total area penambangan seluas 72.478 Ha. Dengan kata lain, 58.673 Ha masih dalam proses eksplorasi, di mana IATA yakin cadangan terbukti akan terus bertambah, setidaknya mencapai 600 juta MT untuk seluruh IUP,” ungkap Henry.
Ia menambahkan, sepanjang tahun 2022, IATA memproduksi 4,2 juta MT batubara. Perseroan membidik total produksi 7 juta MT tahun ini, meningkat lebih dari 65%. Dengan asumsi harga batu bara US$50/MT, akan menghasilkan pendapatan sebesar US$350 juta. “IATA diperkirakan akan memberikan kontribusi pendapatan signifikan bagi PT MNC Asia Holding Tbk (BHIT), menempati posisi kedua setelah kontribusi bisnis Media & Entertainment MNC Group,” tutup Henry.