STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS kembali menguat pada penutupan perdagangan Senin (24/2/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (25/2/2025) WIB. Sebelumnya, dolar sempat melemah ke level terendah sejak 10 Desember. Di sisi lain, euro yang sempat menguat justru berbalik melemah. Pasar mulai mencermati dampak negosiasi koalisi di Jerman.
Mengutip CNBC International, indeks dolar, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama, naik tipis 0,07% ke 106,61. Sebelumnya, indeks ini sempat menyentuh 106,12, level terendah dalam lebih dari dua bulan.
Euro awalnya menguat setelah kemenangan partai konservatif Jerman dalam pemilu Minggu lalu. Namun, penguatan itu tak bertahan lama karena pelaku pasar khawatir pembentukan pemerintahan koalisi akan memakan waktu lama.
Friedrich Merz diprediksi akan menjadi kanselir baru Jerman. Namun, ia berpotensi menghadapi parlemen yang sulit setelah partai sayap kanan dan kiri meraih suara besar.
Pasar juga menanti apakah Jerman akan melonggarkan aturan ‘debt brake’ yang membatasi defisit anggaran maksimal 0,35% dari PDB. Jika aturan ini dilonggarkan, Jerman bisa meningkatkan belanja pertahanan, terutama di tengah tekanan AS agar Eropa lebih mandiri dalam urusan keamanan.
Merz sendiri menegaskan Eropa harus mencapai “kemerdekaan sejati” dari AS. Pernyataan ini semakin menambah spekulasi bahwa Jerman dan Uni Eropa bisa mengambil kebijakan fiskal yang lebih agresif.
Di sisi lain, dolar AS mendapat dorongan dari meningkatnya kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi AS dan ancaman tarif baru yang akan diterapkan oleh Presiden Donald Trump terhadap Kanada dan Meksiko pekan depan.
Pelaku pasar juga mewaspadai dampak kebijakan kontroversial dari Elon Musk, yang kini memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah di AS. Langkah-langkah Musk diyakini bisa mempengaruhi pasar tenaga kerja secara signifikan.
Investor kini menanti data inflasi AS yang akan dirilis Jumat nanti, serta pernyataan dari pejabat The Fed sepanjang pekan ini.
Terhadap yen Jepang, dolar AS stabil di 149,29. Sementara itu, pound sterling melemah 0,07% ke US$1,2621 setelah sempat menyentuh level tertinggi dua bulan di US$1,269.