Jumat, Februari 7, 2025
25.9 C
Jakarta

Dolar AS Menguat Tajam! Data Pekerjaan Positif, The Fed Tunda Penurunan Suku Bunga?

STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS menguat tajam pada penutupan perdagangan Jumat (10/1/2025) waktu setempat atau Sabtu pagi (11/1/2025) WIB. Kenaikan ini terjadi setelah data tenaga kerja AS menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja yang lebih tinggi dari perkiraan. Hal ini memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan menghentikan pemangkasan suku bunga pada pertemuan mendatang.

Mengutip CNBC International, data menunjukkan ekonomi AS menambah 256.000 pekerjaan pada Desember. Angka ini jauh di atas prediksi ekonom yang hanya memperkirakan 160.000 pekerjaan. Meski data bulan November direvisi turun menjadi 212.000, tingkat pengangguran turun ke 4,1% dari perkiraan 4,2%. Gaji rata-rata per jam juga naik 0,3% pada Desember, melanjutkan kenaikan 0,4% pada November. Selama setahun, gaji naik 3,9%, sedikit melambat dari 4,0% pada bulan sebelumnya.

Penguatan dolar juga didorong oleh kenaikan ekspektasi inflasi. Survei sentimen konsumen Universitas Michigan mencatat ekspektasi inflasi satu tahun naik menjadi 3,3% pada Januari, level tertinggi sejak Mei. Data ini semakin mengurangi kemungkinan The Fed memangkas suku bunga dalam waktu dekat.

Jane Foley, kepala strategi FX di Rabobank, menjelaskan, “Data pekerjaan ini mengurangi kebutuhan bagi The Fed untuk memangkas suku bunga. Kami memperkirakan hanya ada satu pemangkasan suku bunga tahun ini, tetapi kondisi ini dapat berubah jika kebijakan ekonomi AS berubah drastis.”

Dolar mencatat penguatan tertinggi terhadap yen sejak Juli meskipun sempat melemah menjelang penutupan perdagangan. Euro turun 0,5% ke US$1,0244, level terendah sejak November 2022. Poundsterling Inggris juga melemah, turun 0,8% ke US$1,2208, terendah sejak November 2023. Indeks dolar, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama, mencapai level tertinggi sejak November 2022 dan mencatatkan kenaikan mingguan keenam berturut-turut.

Di Jepang, yen yang lemah menambah tekanan inflasi akibat kenaikan biaya impor. Hal ini memaksa Bank of Japan mempertimbangkan revisi proyeksi inflasi pada pertemuan mendatang. Dolar AS diperkirakan mengakhiri pekan dengan penguatan 0,4% terhadap yen.

Michael Brown, analis senior di Pepperstone, menyatakan, “Risiko terbesar bagi dolar AS saat ini adalah aksi ambil untung oleh investor menjelang pelantikan presiden baru minggu depan.”

Sementara itu, kebijakan ekonomi Presiden terpilih Donald Trump, seperti rencana tarif, pemotongan pajak, dan deportasi massal, dipandang sebagai faktor yang dapat mendorong inflasi. Pasar kini bersiap menghadapi kemungkinan perubahan besar pada kebijakan moneter dan fiskal AS.

Artikel Terkait

Laba Bank Mandiri Taspen Tumbuh 11,93% Jadi Rp1,58 Triliun pada 2024

STOCKWATCH.ID (JAKARTA)- PT Bank Mandiri Taspen (BMTP) membukukan laba...

Naik 6,43%, Laba Bank Capital Indonesia Rp109,38 Miliar pada 2024

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA)...

RSM Internasional Raih Pendapatan Rp161 Triliun di Tahun 2024, Simak Penjelasannya!

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - RSM Internasional, penyedia jasa assurance, tax...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Anda tidak dapat copy content di situs ini