STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak dunia mengalami lonjakan signifikan pada penutupan perdagangan Rabu (31/7/2024) waktu setempat atau Kamis pagi (1/8/2024) WIB. Harga minyak mentah AS meroket 4% setelah pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, dibunuh di Tehran. Peristiwa ini memicu kekhawatiran akan potensi perang regional di Timur Tengah.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September naik US$3,03 atau 4,05% menjadi US$77,76 per barel, di New York Mercantile Exchange. Lonjakan ini didorong oleh penurunan stok minyak dan gas AS yang menunjukkan permintaan yang kuat. Stok minyak mentah turun 3,4 juta barel, sementara stok bensin turun 3,7 juta barel, menurut laporan Energy Information Administration.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September 2024, melesat 2,68% mencapai US$80,74 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Penurunan stok minyak di AS dan ketegangan di Timur Tengah memicu kenaikan harga minyak. Pengawal Revolusi Iran menuduh Israel sebagai pelaku pembunuhan Haniyeh di Tehran. Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan Iran akan membalas tindakan ini.
Pembunuhan Haniyeh menambah ketidakpastian terkait potensi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Haniyeh merupakan negosiator senior dalam pembicaraan tersebut. Israel telah berperang dengan Hamas selama 10 bulan sejak serangan teroris yang didukung Iran pada Oktober lalu.
Pasar minyak telah menyerap dampak eskalasi di Timur Tengah, yang diperparah oleh gangguan perdagangan dan konflik langsung antara Israel dan kelompok-kelompok yang didukung Iran seperti Hezbollah dan Houthi.
Clay Seigle, direktur layanan minyak global di Rapidan Energy Group, mengatakan bahwa para pedagang minyak mungkin meremehkan risiko geopolitik di Timur Tengah. “Sekarang kita memasuki fase kemerosotan di Timur Tengah yang akan menarik perhatian pedagang minyak dan mengembalikan premi risiko material ke harga Brent,” kata Seigle.
Analis lain juga mengkhawatirkan potensi eskalasi terbaru yang dapat mendongkrak harga minyak dalam jangka panjang. Tamas Varga, analis minyak di PVM Associates, mengatakan bahwa pembunuhan Haniyeh di tanah Iran meningkatkan risiko gangguan pasokan. Namun, dampaknya mungkin tidak bertahan lama kecuali ada eskalasi lebih lanjut yang mengancam output fisik dari wilayah tersebut.
Analis UBS Giovanni Staunovo menambahkan bahwa kenaikan harga minyak hanya akan bertahan jika ada gangguan pasokan. Hingga kini, belum ada gangguan pasokan yang terjadi.
Pergerakan harga ini terjadi menjelang pertemuan komite teknis OPEC+ yang akan menilai kepatuhan kuota produksi anggotanya. Meskipun komite ini tidak memiliki wewenang untuk mengubah strategi output koalisi, mereka dapat memanggil pertemuan menteri penuh jika kondisi pasar memerlukannya.
Peristiwa ini juga terjadi bersamaan dengan laporan pendapatan dari perusahaan minyak besar Eropa. Shell akan melaporkan pada hari Kamis, setelah BP pada hari Selasa meningkatkan dividennya dan melaporkan laba kuartal kedua di atas ekspektasi.