STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali menjadi sorotan para pelaku pasar modal di Tanah Air. Pasalnya, sejumlah perusahaan yang baru seumur jagung melakukan Penawaran Umum Perdana atau Initial Public Offering (IPO) saham, sudah masuk ke dalam Papan Pemantauan Khusus. Mayoritas emiten pendatang baru yang dijebloskan ke Papan Pemantauan Khusus diantaranya karena kriteria 1 yaitu rata-rata harga saham di bawah Rp51.
Lantas, bagaimana upaya BEI dalam memfilter calon-calon emiten baru agar pasca melakukan IPO tak langsung menjadi penghuni Papan Pemantauan Khusus?
Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengakui bahwa kebanyakan Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus lantaran kriteria 1 yakni rata-rata harga saham di bawah Rp51. Selain itu, emiten-emiten tersebut terjerumus ke Papan Pemantauan Khusus karena kriteria 7 yaitu likuiditas rendah.
Namun Nyoman menampik tudingan bahwa emiten baru mendominasi penghuni Papan Pemantauan Khusus. “Dapat kami sampaikan terlebih dahulu bahwa Perusahaan Tercatat lebih banyak masuk dalam Papan Pemantauan Khusus pada kriteria 1 (rata-rata harga kurang dari Rp51) dan 7 (likuiditas rendah), dimana sebagian besar terdiri dari perusahaan-perusahaan yang telah lama tercatat di Bursa dan kurang likuid perdagangan sahamnya,” ujarnya di Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Nyoman menjelaskan, dengan masuk ke dalam Papan Pemantauan Khusus, diharapkan saham-saham Perusahaan Tercatat tersebut dapat ditransaksikan pada harga yang lebih wajar dan meningkatkan likuiditasnya. BEI juga berharap para emiten tersebut jdapat meningkatkan likuiditasnya. “Yang pada akhirnya dapat keluar dari Papan Pemantauan Khusus,” terang dia.
Implementasi Papan Pemantauan Khusus, lanjut Nyoman, memiliki beberapa tujuan utama. Pertama, meningkatkan proteksi terhadap investor dengan menempatkan saham-saham yang memenuhi kriteria tertentu di Papan Pencatatan terpisah. Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi yang cukup dan cepat kepada investor sebelum mereka melakukan investasi.
Selanjutnya, papan ini bertujuan untuk meningkatkan transaksi dan likuiditas perdagangan, khususnya saham-saham dengan frekuensi perdagangan rendah dan harga di bawah Rp50. Selain itu, papan ini juga dimaksudkan untuk meminimalisir manipulasi harga dan proses price discovery yang lebih sesuai untuk saham-saham dengan likuiditas rendah.
Perusahaan Tercatat perlu meningkatkan kualitas keterbukaan informasi yang disampaikan kepada publik. Dengan demikian, publik dapat memperoleh informasi terbaru mengenai perkembangan emiten. Selain itu, perusahaan yang baru saja melantai di Bursa harus memastikan penggunaan dana hasil Penawaran Umum (IPO) sesuai dengan prospektus.
“Di samping itu, investor juga diharapkan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh Perusahaan Tercatat, serta perkembangan industri dari Perusahaan Tercatat,” tegas Nyoman.
ia menambahkan, dalam melakukan evaluasi calon perusahaan tercatat, Bursa tidak hanya mempertimbangkan aspek formal, tetapi juga mempertimbangkan aspek substansi persyaratan pencatatan. Itu termasuk kinerja dan prospek ke depan dari perusahaan.
Bursa juga meminta calon emiten menyampaikan research report sebanyak dua kali setelah tercatat di Bursa. “Yaitu pada 6 bulan dan 12 bulan setelah tercatat,” imbuh Nyoman.
Hal ini diharapkan bukan hanya dapat meningkatkan exposure kepada publik atas perusahaan yang baru tercatat. Melainkan juga agar bisa meningkatkan market attractiveness sebagai pendukung informasi fundamental yang disampaikan oleh Perusahaan Tercatat.
Untuk diketahui, terdapat 11 kriteria saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus, yaitu:
- Harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction kurang dari Rp51,00;
- Laporan Keuangan Auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer);
- Tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada Laporan Keuangan Auditan dan/atau Laporan Keuangan Interim terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya;
- Perusahaan tambang minerba yang belum memperoleh pendapatan dari core business hingga tahun buku ke-4 sejak tercatat di Bursa;
- Memiliki ekuitas negatif pada laporan Keuangan terakhir;
- Tidak memenuhi persyaratan untuk tetap dapat tercatat di Bursa sebagaimana diatur Peraturan Nomor I-A dan I-V (public float);
- Memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp5.000.000,00 dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction;
- Perusahaan Tercatat dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pailit, atau pembatalan perdamaian;
- Anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material, dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian;
- Dikenakan penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari 1 hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan;
- Kondisi lain yang ditetapkan oleh Bursa setelah memperoleh persetujuan atau perintah dari Otoritas Jasa Keuangan.