STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Saham PT Hassana Boga Sejahtera Tbk (NAYZ) resmi dicatatkan dan mulai diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Senin (6/2/2023). Pada saat pembukaan perdagangan, saham NAYZ langsung turun Rp10 (10%) menjadi Rp90 dari harga penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) Rp100/unit. Hingga pukul 10.32 WIB, volume perdagangan saham NAYZ di Pasar Reguler BEI mencapai 148,340 juta unit senilai Rp13,553 miliar. Adapun frekeunsi perdagangan sebanyak 8.139 kali.
Saham emiten yang bergerak dibidang industri makanan bayi tersebut langsung menyentuh batas auto reject bawah (ARB).
NAYZ menjadi emiten ke-12 tahun 2023 atau perusahaan tercatat ke 837 di BEI. Sebanyak 738 juta saham baru yang merupakan saham biasa dilepas ke investor publik. Itu mencapai 16,26% dari modal disetor CBRE setelah IPO saham. Dari aksi korporasi ini, CBRE mendapatkan tambahan modal sebesar Rp79,704 miliar.
Menurut Lutfiel Hakim, Direktur Utama NAYZ, dari IPO saham ini Perseroan memperoleh tambahan modal sebesar Rp51 miliar. Sebesar Rp4,2 miliar akan digunakan untuk melunasi pembelian tanah yang akan digunakan untuk pembangunan pabrik di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sekitar Rp30 miliar dialokasikan untuk belanja modal berupa pembangunan pabrik, pembelian mesin, dan peralatan pabrik yang berlokasi di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Adapun sisanya, akan dipakai untuk modal kerja seperti pembelian bahan baku, marketing dan promosi, dan biaya operasional Perseroan. Sementara itu, dana dari pelaksanaan waran seri I seluruhnya untuk biaya operasional Perseroan.
“Dengan IPO, kami ingin manfaat produk ini betul-betul menjangkau konsumen di mana pun berada, didukung pengembangan inovasi produk yang lebih maksimal,” ungkapnya.
Lutfiel menjelaskan jika kelahiran bayi di Indonesia saat ini ada di angka 4,8 sd 5 juta per tahun, dan itu cukup menjadi dasar kenapa produk-produk terkait keperluan bayi banyak diminati. “Kami punya positioning yang berbeda dan unik, sebagai Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang bisa dimasak dari rumah (homemade), tapi juga memberikan added value berupa bahan organik dan terfortifikasi yang mencukupi micronutrient bayi. Pada dasarnya produk ini Indonesia sekali. Baik sumber bahan baku maupun citarasanya,” terang Lutfiel.
Lebih lanjut Lutfiel menerangkan jika kekuatan utama NAYZ adalah produk yang 100% bahan bakunya dari Indonesia, dihasilkan petani-petani Indonesia. NAYZ mengusung konsep non- instant produk yang harus dimasak, namun dalam waktu yang lebih singkat. Hal ini sangat cocok dengan budaya ibu Indonesia yang rata-rata menyukai masakan.
NAYZ memiliki beberapa produk yang dikhususkan untuk memenuhi gizi untuk para bayi di Indonesia. Beberapa produk tersebut di antaranya Nayz Bubur MPASI, Bubur Nayz Tematik, Bubur Nayz Kaleng, Nayz Cereal, Kaldu Nayz, dan Nayz Puding Susu. Produkproduk ini pun telah tersertifikasi oleh beberapa lembaga terpercaya, seperti Good Manufacturing Practices (GMP), Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Organik Indonesia, serta Halal MUI.
Produk andalan dari Perseroan adalah NAYZ, Makanan Pendamping ASI (MPASI) homemade, organik dan fortifikasi yang cocok untuk Ibu milenial di Indonesia. Berbahan dasar beras organik, diperkaya campuran sayuran hijau seperti brokoli, wortel, buncis, sebagai protein nabati dan ikan, ayam, sapi sebagai protein alami ini sebagai MPASI Pokok.
Penjualan bersih NAYZ mencapai Rp26,79 miliar per Oktober 2022, naik 28,12%, dari Rp20,91 miliar per Oktober 2021. Dari penjualan tersebut, NAYZ meraih laba di periode berjalan Rp614,70 juta per Oktober 2022, turun 67,97%, dari Rp1,92 miliar per Oktober 2021. Penurunan laba ini, disebabkan oleh kenaikan beban penjualan, beban umum dan administrasi serta beban keuangan Perseroan.
Sementara aset Perseroan turun 2,08%, dari Rp29,30 miliar pada 2021 menjadi Rp28,69 miliar per Oktober 2022. Total ekuitas naik 5,27%, dari Rp21,84 miliar pada 2021 menjadi Rp22,99 miliar per Oktober 2022. Sedangkan total liabilitas turun 23,73% menjadi Rp5,69 miliar per Oktober 2022, dari Rp7,46 miliar pada 2021.