STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Harry Susilo Institute for Ethics in the Global Economy mengadakan final kompetisi kasus global pertama mereka pada tanggal 30 Mei 2024 di Bimasena, Dharmawangsa Hotel, Jakarta, Indonesia. Acara ini didukung oleh Sekar Group, khususnya sektor pertambangan PT Ifishdeco Tbk (IFSH.JK). Kompetisi ini menghadirkan 6 tim finalis dari berbagai negara yang memberikan solusi untuk isu pertambangan nikel.
Gregory L. Stoller, Senior Lecturer dari Boston University, menyatakan bahwa lebih dari 70 tim dari 16 negara berpartisipasi dalam kompetisi yang berlangsung selama satu tahun. Negara-negara tersebut termasuk Albania, China, Georgia, Jerman, Ghana, Hong Kong, Hungaria, Indonesia, Irlandia, Jepang, Kenya, Lebanon, Meksiko, Portugal, dan Spanyol.
Setelah melalui babak penyisihan, terpilihlah 6 finalis yang berangkat ke Indonesia. Finalis dari Jerman, Jepang, Amerika Serikat, Meksiko, Lebanon, dan Indonesia berangkat ke Jakarta untuk mempresentasikan proposal mereka di hadapan panel juri yang akan memilih pemenang.
Materi kompetisi ini dikembangkan oleh PT Ifishdeco Tbk berdasarkan konsep bahwa pertambangan nikel telah berkembang pesat, terutama di Indonesia. Hal ini seiring dengan meningkatnya permintaan energi terbarukan dan baterai untuk kendaraan listrik. Namun, pertambangan nikel juga menimbulkan tantangan lingkungan dan sosial, seperti polusi dan gangguan terhadap masyarakat setempat.
Tim-tim peserta diminta untuk mengeksplorasi isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola, serta upaya mitigasi, remediasi, dan rehabilitasi untuk tambang di Indonesia. Mereka juga mempertimbangkan opsi daur ulang untuk baterai nikel di akhir masa pakainya.
Ryan Fong Jaya, Komisaris PT Ifishdeco Tbk dan salah satu juri, menyatakan bahwa tujuan kompetisi ini adalah mendengar ide-ide mahasiswa yang dapat diimplementasikan di perusahaan, termasuk Ifishdeco. Jika ide-ide tersebut dapat diterapkan, perusahaan akan berinvestasi dalam praktik terbaik ESG (Environmental, Social, and Governance). Hal ini diharapkan dapat menjadikan Ifishdeco sebagai contoh bagi perusahaan tambang lainnya dalam menerapkan praktik ESG.
Kompetisi ini juga melibatkan tim dari ITB, dengan harapan dapat menarik minat mahasiswa pada sektor pertambangan dan membantu mencari solusi di bidang ini. Pertambangan merupakan kontributor besar bagi pendapatan negara dan penting untuk masa depan pemerintah, terutama dalam hal hilirisasi yang dipromosikan oleh pemerintah Indonesia.
Ryan menjelaskan bahwa tujuan Ifishdeco terlibat dalam acara ini adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu di sektor pertambangan, terutama nikel. Sebagai perusahaan yang go public pada 2019, Ifishdeco kini fokus pada praktik penambangan yang baik, memberikan manfaat kepada masyarakat, dan menjaga lingkungan. Mereka ingin menciptakan industri yang berkelanjutan, seimbang antara profitabilitas dan tanggung jawab sosial serta lingkungan.
Melalui kompetisi ini, Ifishdeco berharap dapat belajar dari ide-ide mahasiswa yang dipelajari di luar negeri dan mencari solusi yang dapat diterapkan di Indonesia. Setiap daerah memiliki kebutuhan dan lingkungan yang berbeda, sehingga solusi harus disesuaikan dengan kondisi lokal.
Dari 6 finalis, dua tim dengan ide terbaik dipilih sebagai pemenang. Pemenang pertama adalah tim dari American University of Beirut, Lebanon. Pemenang kedua adalah tim dari Baden-Wuerttemberg Cooperative State University (DHBW Loerrach), Jerman.
Ifishdeco berencana menerapkan ide-ide terbaik ini sebagai proyek percontohan di perusahaan. Dengan kemitraan dengan universitas, Ifishdeco berharap dapat melakukan lebih banyak penelitian dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengemukakan ide-ide mereka, serta mempromosikan kepedulian terhadap ESG.
Ryan menegaskan bahwa acara ini tidak hanya tentang kompetisi, tetapi juga tentang belajar, berinovasi, dan mempersiapkan masa depan industri pertambangan yang lebih baik dan berkelanjutan di Indonesia.
Dewan juri kompetisi ini terdiri dari Ryan Fong Jaya, Didit Ratam, Dr. Hadi Cahyadi, dan Toronata Tambun. Perwakilan dari Susilo Institute antara lain Finna Huang, anak dari Harry Susilo, serta Gregory L. Stoller dan Susan M. Fournier dari Boston University.