STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Wall Street kembali mengalami tekanan berat pada penutupan perdahangan Kamis (6/3/2025) waktu setempat atau Jumat pagi (7/3/2025) WIB. Indeks utama di pasar saham AS terjun bebas setelah kebijakan tarif dagang terbaru dari Gedung Putih gagal menenangkan investor yang semakin gelisah.
Mengutip CNBC International, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Bursa Efek New York anjlok 427,51 poin atau 0,99% menjadi 42.579,08. DJIA sempat longsor lebih dari 600 poin di titik terendah sesi perdagangan. Indeks S&P 500 (SPX) terkoreksi 104,11 poin atau 1,78% mencapai 5.738,52. Sementara itu, Indeks komposit Nasdaq (IXIC) yang didominasi saham teknologi, turun lebih dalam, merosot 483,48 poin atau 2,61% menuju level 18.069,26. Indeks ini resmi masuk wilayah koreksi karena telah turun lebih dari 10% dari level tertingginya baru-baru ini.
Gejolak pasar dipicu oleh kebijakan tarif impor AS terhadap Kanada, Meksiko, dan China yang mulai berlaku minggu ini. Kanada dan China langsung membalas dengan tarif balasan, sementara Meksiko berencana mengumumkan langkah serupa akhir pekan ini. Sepanjang pekan ini, Nasdaq sudah turun lebih dari 4%, sedangkan Dow dan S&P 500 masing-masing terkoreksi sekitar 2,9% dan 3,6%. Ketiga indeks ini menuju pekan terburuk sejak September 2024.
Sebelumnya, pasar sempat bangkit pada Rabu setelah Gedung Putih mengumumkan penundaan tarif selama satu bulan bagi produsen mobil yang mengikuti aturan Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA). Namun, harapan investor pupus karena ketidakpastian kebijakan tarif masih membayangi.
Pada Kamis, Presiden AS Donald Trump kembali mengumumkan perpanjangan tarif bagi lebih banyak produk Kanada dan Meksiko yang sesuai dengan aturan USMCA. Sayangnya, langkah ini tidak cukup untuk membalikkan sentimen negatif di pasar.
Kekhawatiran semakin meningkat setelah Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan dukungannya terhadap tarif impor. Pernyataannya memicu pertanyaan sejauh mana pemerintahan Trump bersedia melakukan kompromi atas kebijakan tarif yang kontroversial ini. “Sejauh praktik negara lain merugikan ekonomi dan rakyat kita, Amerika Serikat akan merespons,” ujar Bessent dalam acara Economic Club of New York. “Ini adalah kebijakan perdagangan yang mengutamakan Amerika.”
Bessent bahkan melontarkan pernyataan tajam dengan menyebut Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau sebagai “numbskull” atau orang bodoh, sambil menegaskan bahwa fokus pemerintah lebih kepada sektor riil dibandingkan pasar saham.
Analis menilai ketidakpastian kebijakan yang berlarut-larut semakin memperburuk volatilitas di pasar. “Investor semakin bingung. Kebingungan ini berdampak pada pergerakan pasar yang semakin liar setiap harinya,” kata Keith Lerner, Chief Market Strategist di Truist.