STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia terjun bebas pada penutupan perdagangan hari Senin (23/9/2024) waktu setempat atau Selasa pagi (24/9/2024) WIB. Ini dipicu oleh kekhawatiran permintaan yang semakin melemah akibat aktivitas bisnis zona euro yang mengecewakan serta ekonomi China yang masih lesu.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober ditutup turun 63 sen atau 0,9% menjadi US$70,37 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November berakhir tergerus 59 sen atau 0,8% mencapai US$73,90 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Zona euro mengalami kontraksi aktivitas bisnis yang tajam dan tidak terduga. Sektor jasa yang biasanya dominan justru stagnan, sementara sektor manufaktur terus melemah. Di sisi lain, aktivitas bisnis di AS stabil pada September, tetapi harga barang dan jasa naik tajam. “Harga barang dan jasa naik dengan kecepatan tertinggi dalam enam bulan terakhir, ini bisa memicu kekhawatiran inflasi yang lebih tinggi dalam beberapa bulan mendatang,” kata seorang analis.
China, sebagai pengimpor minyak terbesar di dunia, juga tidak lepas dari masalah. Ekonominya terus menghadapi tekanan deflasi, meski pemerintah sudah menerapkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan belanja domestik. Sayangnya, angka ekonomi yang keluar masih mengecewakan, membuat permintaan minyak turun ke level terendah tahun ini.
Selain masalah ekonomi, ketegangan geopolitik turut memberi tekanan pada harga minyak. Serangan udara Israel terhadap Hezbollah di Lebanon menambah kekhawatiran tentang potensi gangguan pasokan minyak global. Konflik di kawasan ini berisiko melibatkan Iran, yang juga merupakan pemain besar dalam pasokan minyak dunia.
Cuaca buruk di sekitar Teluk Meksiko pun ikut mengancam pasokan minyak. Perusahaan minyak besar seperti Shell dan Equinor menghentikan sementara produksi di beberapa fasilitasnya sebagai langkah pencegahan. Chevron juga mulai mengevakuasi personel dari platform-platform produksinya di wilayah tersebut.
Menurut survei awal Reuters, stok minyak mentah AS diperkirakan turun sekitar 1,2 juta barel pekan lalu. Kedua acuan minyak, Brent dan WTI, sempat mengalami kenaikan lebih dari 4% minggu lalu setelah The Fed memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin.
Presiden Federal Reserve Chicago, Austan Goolsbee, mengatakan pada Senin bahwa akan ada lebih banyak pemotongan suku bunga di tahun depan. “Langkah ini bertujuan mencapai ‘soft landing’ bagi ekonomi AS, di mana inflasi dikendalikan tanpa menghancurkan pasar tenaga kerja,” ungkap Goolsbee.