STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Indonesia memiliki salah satu cadangan tembaga terbesar di dunia. Hal ini menjadikannya pemain penting dalam industri mineral global.
Permintaan tembaga terus meningkat, terutama untuk industri energi hijau dan kendaraan listrik. Hilirisasi menjadi strategi utama untuk memperkuat ekosistem industrialisasi nasional.
Holding Industri Pertambangan Indonesia, MIND ID, menegaskan komitmennya dalam memperkuat rantai pasok produksi tembaga. Langkah ini memastikan ketersediaan bahan baku industri secara berkelanjutan sekaligus mendorong pertumbuhan industri berbasis sumber daya alam di dalam negeri.
Melalui PT Freeport Indonesia (PTFI), MIND ID berperan penting dalam hilirisasi tembaga. Tujuannya agar lebih banyak industri strategis dapat berkembang di dalam negeri.
Kebutuhan tembaga untuk kendaraan listrik semakin meningkat. Setiap unit kendaraan listrik membutuhkan 4 hingga 5 kali lebih banyak tembaga dibandingkan kendaraan berbahan bakar konvensional.
Corporate Secretary MIND ID, Heri Yusuf, menegaskan permintaan tembaga di Indonesia akan terus meningkat. Kebutuhan ini berasal dari berbagai sektor, seperti energi hijau, pembangkit listrik, dan kendaraan listrik.
Dengan ekosistem yang semakin kuat, industri pendukung berbasis tembaga berpotensi tumbuh lebih pesat di dalam negeri.
“Tembaga merupakan mineral strategis yang memiliki peran penting dalam penghantaran energi. Kami di MIND ID konsisten menjalankan hilirisasi secara berkelanjutan dan siap mendukung industri dalam menghasilkan berbagai produk teknologi inovatif berbasis tembaga di dalam negeri,” ujar Heri, Sabtu (8/3/2025).
Indonesia memiliki cadangan tembaga sebesar 28 juta ton. Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan cadangan terbesar ketujuh di dunia.
Pada 2023, produksi tembaga nasional mencapai 840 ribu metrik ton. Sebagian besar telah diolah di dalam negeri melalui kebijakan hilirisasi yang terus diperkuat pemerintah.
Salah satu langkah konkret MIND ID dalam memperkuat hilirisasi adalah pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur.
Smelter ini menjadi infrastruktur utama dalam pemurnian tembaga nasional. Kehadirannya akan meningkatkan kapasitas produksi dan nilai tambah mineral di dalam negeri.
“Dengan beroperasinya smelter Manyar, total produksi katoda tembaga dari Freeport akan mencapai 1 juta ton per tahun. Hal ini juga akan mendorong total produksi katoda tembaga Indonesia menjadi 1,5 juta ton per tahun,” jelas Heri.
Peningkatan kapasitas ini menempatkan Indonesia pada posisi strategis dalam industri global. Dengan produksi yang lebih besar, Indonesia berpotensi menjadi produsen katoda tembaga terbesar keempat di dunia, menggantikan Jepang.
Saat ini, tiga produsen terbesar adalah China dengan 12 juta ton, diikuti oleh Chili dengan 2 juta ton, dan Kongo dengan 1,9 juta ton.
Selain memperkuat posisi Indonesia di pasar global, peningkatan produksi ini juga membuka peluang bagi industri manufaktur berbasis tembaga di dalam negeri.
Heri menuturkan bahwa dengan pasokan tembaga yang lebih besar dan berkelanjutan, lebih banyak investor diharapkan tertarik untuk mendirikan pabrik manufaktur di kawasan industri Gresik.
Dengan berkembangnya basis industri di Gresik, investor dapat memastikan pasokan tembaga lebih dekat. Hal ini akan membuat operasional produksi lebih efisien.
“Kami sangat berharap industrialisasi berbasis sumber daya alam mineral ini dapat berjalan optimal, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan menjadi bagian dari visi Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.